Mohon tunggu...
Slamet Hariyadi
Slamet Hariyadi Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Saya adalah seorang pemerhati pendidikan yang sangat menyukai pendidikan mutakhir di semua negara

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Peneliti UNEJ Menemukan Paradoks Sekolah di Tengah Kota Banyuwangi

30 Agustus 2024   11:26 Diperbarui: 30 Agustus 2024   15:24 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kepala Sekolah bersama Tim Peneliti UNEJ di depan Gang Sekolah (Dokumentasi Pribadi)

Sekitar tiga ratus meter dari titik Nol Kilometer Banyuwangi berdiri sebuah Sekolah Dasar Negeri, satu-satunya sekolah di kelurahan Temenggungan. Berada di pusat ibu kota kabupaten, namun posisi sekolah berada di tengah perkampungan padat penduduk, bahkan untuk memasuki lokasi perlu melewati gang kecil. Bisa dibayangkan, sekolah yang tak berpagar ini mempunyai halaman sekolah yang menyatu dengan halaman rumah penduduk. Sementara kedua entitas masing-masing mempunyai kepentingan yang berbeda dalam memanfaatkan halaman.

   Tidak cukup sampai disana, kondisi bangunan dan perangkat pendukung aktivitas pembelajaran masih perlu distandarisasi. Peneliti Universitas Jember (UNEJ), Slamet Hariyadi dan tim bersama dengan tiga orang mahasiswa tingkat akhir melakukan Program Pengabdian kepada Masyarakat dalam skema Pengabdian di Desa Asal. Beliau mengemukakan bahwa sebagai sebuah lembaga Pendidikan, sekolah sudah seharusnya memenuhi standar sarana prasarana (seperti bahan pembelajaran, alat pembelajaran dan perlengkapan kegiatan pembelajaran) sebagaimana yang diamanatkan dalam PP Nomor 57 Tahun 2021.

   Kenyamanan sebagai sebuah lingkungan pendidikan yang membutuhkan ketenangan dan keamanan juga jauh dari kata ideal. Sangat dekatnya dengan lingkungan perkampungan, bahkan berhimpitan antara gedung sekolah dan penduduk, mengakibatkan konflik kepentingan masing-masing. Contoh kecil, bilamana sekolah membutuhkan halaman untuk upacara atau kegiatan lapang, tidak bisa dihindari adanya lalu lalang penduduk yang beraktivitas  keluar masuk lingkungan. Demikian juga bila penduduk berkepentingan melakukan aktivitas dalam kapasitas besar seperti selamatan kampung, punya hajat atau kegiatan tujuhbelasan, juga menggunakan halaman yang sama, dan menggunakan beberapa fasilitas sekolah seperti listrik, teras atau bahkan ruangan kelas.

   Fakta yang pernah terjadi saat tim peneliti berkunjung di sekolah, siswa kelas atas sedang melaksanakan makan bersama menyambut siswa baru di halaman sekolah sebagai manisfestasi Project Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Pada saat yang sama, beberapa masyarakat yang akan beraktivitas pagi meminta ijin untuk melintas melalui halaman. Terjadi sedikit ketegangan karena siswa-siswa yang tengah asyik menyuap makanannya, harus menghentikan kegiatan dan memberi kesempatan masyarakat yang akan melintas dengan berdiri yang melipat karpet yang terbentang di halaman.


   Kondisi dan kejadian yang berulang-ulang seperti ini sangat mempengaruhi tingkat elektabilitas masyarakat untuk menyekolahkan putra-putrinya. Dalam tahun ajaran baru sekolah hanya memperoleh 5 siswa dan keseluruhan jumlah siswa hanya 36 siswa. Upaya sekolah untuk memberikan stimulan berbagai macam kemudahan, termasuk  penyediaan seragam gratis bagi siswa baru ternyata kurang menarik. Siswa yang ada juga datang dan pergi di tengah tahun atau tengah jenjang kelas.

   Kedatangan tim peneliti UNEJ sedikit memberikan oase ditengah kegundahan sekolah untuk mencari solusi dari situasi yang berkepanjangan ini. Tiga mahasiwa tingkat akhir yang ditugaskan memberikan pelatihan-pelatihan berkenaan dengan pembelajaran berbasis teknologi informasi mutakhir, cukup membantu sebagai bagian peningkatan kompetensi guru di tengah keterbatasan. Disamping itu Andang Subahariyanto, mantan Rektor Universitas Tujuhbelas Agustus Banyuwangi sebagai tim peneliti juga memberikan rekomendasi untuk dapatnya sekolah melakukan persuasi kepada pemerintah daerah yang dimediasi peneliti UNEJ untuk melakukan relokasi ke tempat lain yang lebih representatif, misalnya bergabung dengan TK Pertiwi yang ada dilingkungan Pendopo Kabupaten. Hal ini didukung oleh Lurah Temenggungan, Yanuar Dika Prana Cendana yang sebenarnya membutuhkan Lokasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) bagi masyarakat Temenggungan.  Bea Hana Siswati tim peneliti lainnya juga berharap kolaborasi kedua lembaga ini dapat memberikan jalan keluar terbaik untuk kepentingan masa depan pendidikan di kota Banyuwangi pada umumnya dan kelurahan temenggungan pada khususnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun