Dipecatnya FH dari PKS,(mungkinkah?) dapat dianggap sebagai tanda berakhirnya era politik mulut api.
"Saya ingin PKS partai penuh persaudaraan. Saya berdialog dengan tone longgar, saya tak punya tradisi menjilat-jilat. Saya tak mau mengagungkan sopan santun dalam menyampaikan kebenaran. Sebagian orang menganggap ini teror," tegas FH. JPNN
Kita tidak bisa lagi berpolitik dengan marah-marah, dengan teriak, membentak, menghujat, memfitnah dan ungkapan buruk lainnya yang sifatnya membangkitkan permusuhan. Dan akhirnya menjadi dendam tanpa akhir.
Berkata benar tidak harus kasar, membetulkan yang salah tidak harus pakai ancam-ancam.
Setelah sekian waktu, kita mempercayai bahwa (seakan-akan) yang benar itu yang kencang suaranya, yang bahwa yang lebih peduli itu yang lantang bicaranya. Tetapi pada kenyataannya kata-kata kasar itu bukanlah contoh yang etis yang patut dicontoh dari para pemimpin kita. Kita telah terlena gegar gelegar yang ditimbulkan, tampak menghibur sehingga sering muncul di media bagai selebriti politik.
Semoga sekarang telah ada kesadaran bahwa politik mulut api berbahaya. Menghambat pembangunan, menghilangkan kerukunan. Partai politik boleh saling bertentangan dan juga boleh saling bersekongkol. Namun pasti mempunyai satu tujuan yang sama kesejahteraan bagi rakyat, bangsa dan negara.
Api sulit dikendalikan, dia bisa membakar apapun yang ada disekitarnya. Dia bisa merembet ke atas bawah samping kiri maupun samping kanan. Semuanya dianggap sebagai penghalang dan harus terbakar. Tidak peduli lawan atau kawan. Yang penting dirinya menjadi lebih besar dan semakin membesar lagi. Yang ada dan timbul selanjutnya adalah kerusakan.
Berbeda dengan api, sebaliknya air selalu konsisten menuju arah yang pasti mengarah kelaut. Tidak mungkin air menuju ke puncak gunung. Air akan menghacurkan penghalangnya dengan segenap kelembutannya.
PKS telah mengisyaratkan politik itu harus santun, menjaga lesan ibarat politik mulut air yang bisa menyejukan, namun bisa menghancurkan dengan kelembutannya. Walaupun sesungguhnya banyak juga yang telah berubah dari politik mulut api menjadi politik mulut air. Kita telah lama tidak mendengar ucapan pedas dari FZ walaupun kadang-kadang masih berasap gaya bicaranya. Juga demikian dari politikus PDIP sudah lama tidak ada suaranya seperti Rieke, Masington.
Semoga telah timbul kesadaran partai politik bahwa rakyat butuh prestasi, bukan gontok-gontokan.
Terus bagaimana dengan AHOK? Ahok telah cukup lama memainkan peran politiknya dengan mulut api, dan dia populer dengan perannya itu. Apakah mungkin Ahok berubah dengan politik santun laksana mulut air? Rasanya butuh waktu yang lama. Dan biasanya berpolitik santun tidak menunjukkan orang jadi semakin populer. Dan Ahok adalah orang yang butuh popularitas, dia adalah politikus selebritis.