Cikiding adalah kata yang populer di kalangan para pekerja di Lobam, sebuah kawasan industri di Pulau Bintan, Kepulauan Riau. Cikiding ini sendiri adalah akronim dari ciuman di balik dinding, sebuah frase yang berkonotasi nyaris negatif jika saja didengar oleh pendatang baru atau oleh mereka yang tidak berada di Lobam.
Bukan tanpa alasan kata ini tersebar bahkan sudah menjadi bahasa sehari-hari di Lobam. Setiap bahasa atau kata baru tentu memiliki sejarah yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Cikiding dipengaruhi oleh kondisi sosial dan letak geografis. Para penghuni Lobam  berasal dari berbagai penjuru Indonesia, bahkan dari beberapa negeri tetangga. Berada di kisaran usia produktif, 18-45 tahun. Kebanyakan para pendatang berprofesi sebagai buruh pabrik, staff, dan ekspatriat. Hanya sedikit penduduk Lobam yang berasal dari kota-kota sekitarnya atau penduduk asli.
Konon, karena sangking banyaknya pasangan yang berpacaran di pinggir-pinggir bangunan dormitory, maka kata ini lahir sekitar awal tahun 2000-an. Namun, pada perkembangannya, cikiding tidak hanya digunakan untuk mereka yang berpacaran di balik dinding dormitory, melainkan di mana saja. Sehingga ketika ada orang yang menyebut cikiding, maka arti kata akan langsung dilarikan kepada kata ‘pacaran’.
Kata ini tentu tidak akan lahir di tengah masyarakat dengan kondisi sosial yang berbeda. Lobam diisi para perantau, jauh dari pengawasan orangtua, dan para penduduknya sudah dewasa, pacaran bukan hal aneh, bahkan lumrah. Kata cikiding juga dipandang lumrah, dan sudah seperti menjadi bagian dari bahasa Indonesia meski Anda tentu tidak akan dapat menemukan kata ini di dalam kamus.
Uniknya lagi, kata ini juga bisa ditemukan di Batam, Lagoi, Kijang, Tanjung Pinang, dan di berbagai daerah di Kepulauan Riau. Saya sendiri tidak bisa mendapatkan informasi yang pasti apakah kata ini berasal dari Batam atau kawasan lain untuk kemudian menyebar ke Lobam, atau justru sebaliknya. Karena belum ada tinjauan serius mengenai ini dan agak sulit menemukan narasumber. Yang jelas, ketika saya bermukim di Lobam dan Batam, kata ini sudah ada.
Terlepas dari konotasi negatif yang dibawa oleh kata ini, toh ini memperlihatkan bahwa bahasa selalunya mengalami perkembangan meski tidak tersebar di seluruh Indonesia. Jadi, jika suatu hari Anda pergi ke Lobam atau ke Batam, jangan kaget atau bertanya-tanya jika kata ini terlempar dari lawan bicara Anda. Dan jangan mencoba mencari para pasangan yang sedang berciuman di balik dinding, karena toh kata ini sudah mengalami generalisasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H