Di dalam dadaku yang retih, engkau menjelma pepohon yang diam-diam tumbuh subur. Kehangatan yang mengakar, rimbunan cinta yang tak bisa ditakar. Bahumu dan punggungmu tiba-tiba adalah batang maha kokoh tempatku bersandar.
Matamu adalah  lautan puisi dan aku adalah nelayan yang tak pernah ingin pulang; ingin selalu berlayar, tenggelam dalam debar demi debar.
Jika cinta harus kita beri nama, maka aku akan kehilangan berbagai macam aksara. Sebab tak ada kata paling tepat untuk menyebut bebunyian yang bertalu-talu di dada. Aku hanya mencintaimu ... itu saja.
Kali ini kutitipkan senyumku di pagut bibirmu.
Jangan pernah lepaskan aku, mari berjalan sambil bergenggaman. Karena cinta tak pernah butuh penjelasan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H