Di daerahku, ada suatu organisasi masyarakat (ormas) yang kadang bertindak di atas hukum. Dengan seenaknya mereka merusak properti orang lain, dan menyuruh-nyuruh orang lain melakukan ini itu sesuka hati mereka.
Awalnya saya cukup simpati pada ormas ini karena sepertinya mereka melakukan tindak supra justicia untuk menambal kebolongan moralitas di masyarakat kita. Mereka merazia tempat hiburan malam yang mesum, pusat perjudian, dan tempat-tempat penjualan minuman keras. Meskipun tindakan mereka terkesan ugal-ugalan, setidaknya toleransi masih bisa diberikan karena adanya kesamaan keinginan untuk memberantas penyakit masyarakat yang sudah terlanjur mendarah daging.
Tapi seiring dengan berjalannya waktu, sepak terjang dari ormas ini mulai terlihat keterlaluan. Saya menganggapnya keterlaluan, karena gerakan mereka terkesan pilih kasih. Kebanyakan tempat-tempat maksiat yang mereka hancurkan hanyalah tempat-tempat kelas teri. Mereka sepertinya tidak berani mengganggu gugat pusat kegiatan mesum yang elit. Lalu mereka juga nampaknya tidak mendukung dialog untuk menyelesaikan suatu persoalan. Mereka terkesan lebih mendahulukan otot dibanding otak. Padahal saya yakin, mereka pasti bukan bintang iklan minuman berenergi.
Terus yang parah, pas bulan puasa ini, mereka merusak semua restoran dan tempat makan yang buka di siang hari. Sungguh terlalu. Alasannya sih cukup mulia, untuk menghormati mereka yang berpuasa, meskipun itu berarti kita harus mengenyampingkan mereka yang tidak berpuasa. Dan lagi-lagi politik belah bambu terlihat dalam perilaku ormas ini. Mereka hanya merusak rumah makan dan restoran kecil. Restoran besar dibiarkan, yang jualan tajil dibiarkan. Di mana adilnya itu? Sungguh terlalu.
Kalau menurut saya pribadi, apa salahnya sih kalau restoran dan rumah makan itu tetap buka di siang hari? Mereka cuma mau mengais rezeki. Lagian mereka kan tidak memaksa orang yang berpuasa untuk membatalkan puasa supaya makan di restorannya. Puasa itu ibadah yang bersifat personal. Hanya karena kita berpuasa, itu tidak berarti kita harus memaksa orang lain di sekitar untuk ikut berpuasa seperti kita. Jadi biarkanlah kita dan para pengusaha rumah makan itu berdialektika selama ramadhan. Ada banyak hal yang lebih urgen untuk diurusi di bulan ramadhan.
Perilaku macam ini hanya akan melahirkan kebencian dan antipati terhadap ormas dan ideologi yang diusungnya. Sangat disayangkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H