Mohon tunggu...
Clarenza A
Clarenza A Mohon Tunggu... Sales - Writer and creator

Belajar memaknai / Twitter @skyclarrr

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Reformasi Dikorupsi: Kritisi Bisa Masuk Bui

29 September 2019   14:48 Diperbarui: 29 September 2019   14:59 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: akun twitter Remotivi

 

Bumi Indonesia sedang bergejolak untuk kesekian kalinya. Bukan karena bencana alam seperti biasanya, namun karena adanya suara yang tidak didengar. Suara rakyat yang meminta DPR untuk menjadi wakil rakyat dengan sebaik-baiknya. Suara rakyat yang menuntut pembatalan RKUHP yang dianggap mengurusi hal-hal yang sebenarnya tidak perlu.

RUU KUHP (Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana) atau biasa dikenal dengan RKUHP adalah sebuah rancangan pasal perundang-undangan yang siap untuk di sah-kan pada paripurna 24 September 2019 namun sementara ini ditunda (bisa jadi dibatalkan) karena terendus kejanggalanya oleh berbagai kalangan masyarakat (baca: Mahasiswa). Kejanggalan yang ada dalam RKUHP dapat ditemukan dalam hampir semua elemen RKUHP dengan total 14 isu yang dibahas di dalamnya.

Salah satu pasal nyeleneh yang cukup menggangu yakni mengenai Tindak Pidana Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden yang dinilai membatasi gerak kebebasan berpendapat para warga negara.

Bagian Kedua
Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden
Pasal 218
(1) Setiap Orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.
(2) Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.

Pasal 219
Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Pasal 220
(1) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 218 dan Pasal 219 hanya dapat dituntut berdasarkan aduan.
(2) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara tertulis oleh Presiden atau Wakil Presiden.

yuk baca RUKUHP selengkapnya di sini.

Ketika membaca sekilas tentang pasal di atas, nampak tidak ada yang salah. Kan memang benar seorang presiden dan wakil presiden harus dihormati dan dihargai dengan cara tidak melanggar harkat dan martabat mereka. Namun pasal-pasal seperti ini membuat gelombang kritik melalui berpendapat dengan berbagai media menjadi surut. Masyarakat yang awalnya kritis terhadap keputusan yang diambil pemerintah menjadi bungkam dan ngikut wae karena takut dengan ancaman dipenjara.

Pasal mengenai perlindungan harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden yang tertulis di pasal 218 dan 219 bersifat melindungi pemerintah beserta simbol negara. Masyarakat seolah-olah tidak diperbolehkan mengungkapkan pendapat terkait rezim yang mengatur kehidupan banyak orang. Melihat kembali ke pasal 219 yang mana tertulis "berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden". Dalam bagian itu tidak tercantum bentuk penyerangan kehormatan dan harkat martabat terhadap Presidan dan Wakil Presiden seperti apa yang dimaksudkan.

Menanggapi pasal ini, ada dua sikap berbeda menanggapi kontroversi pasal perlindungan terhadap Presiden dan Wakil Presiden ini. Ketua dan Wakil Ketua DPR memiliki pandangan yang berbeda tentang pasal-pasal ini. Ketua DPR, Fahri Hamzah menyatakan bahwa Presiden adalah objek kritik dan sebagai manusia, bukan lambang negara. Namun wakil ketua DPR, Taufik Kurniawan menganggap Presiden dan Wakil Presiden perlu dijaga martabatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun