Syahdan, konflik yang terjadi di Timur tengah nampaknya telah membuat beberapa kengerian yang mendalam disatu sisi dan rasa penasaran disisi lainnya. Perang kecil yang besar barangkali bisa kita lekatkan kepada mereka, yang sampai saat ini saya menulis, sedang berseteru pada ranah kekuasaan yang sama.
Bukanlah tanpa alasan bila saya menyebutnya perang kecil yang besar. Melainkan itu adalah sebuah pertanyaan kenapa dalam sebuah kehidupan bernegara, apalagi dengan label dibawah naungan demokrasi ternyata tak menghindarkan negara dikhianati oleh sistem itu sendiri. Apabila melihat pada hakikat sebuah negara, yang didalamnya terhimpun beberapa keluarga yang meluas pada kehidupan sosial, nyatanya, telah cacat dan terbelah, serasa tak ada lagi kehendak yang satu - Gemeinschaft atau memudarnya solidaritas sosial.
Konflik, apapun itu namanya apabila ia menimbulkan korban jiwa yang banyak haruslah kita sebut dengan perang. Walaupun keadaan tak sama dengan, sebut saja contoh, perang dunia, Irak, dan perang besar lainnya akan tetapi dampak konflik di Timur tengah tersebut tak menyurutkan arti dari sebuah perang itu sendiri yang menimbulkan kengerian.
Dengan begitu maka setidaknya kita berpendapat untuk melihat konflik yang sedang terjadi di timur tengah itu tidak terbatas hanya pada urusan perpolitikan negara mereka saja. Melainkan hal yang luas dan terselubung. Dan pada taraf seperti ini maka setidaknya kita lebih satu langkah didepan negara-negara yang mempunyai judul sebagai negara pembawa kedamaian.
Dua Sama Tapi Beda
Banyak aksi-aksi solidaritas yang dilakukan rakyat, dimanapun mereka berada, terhadap tragedi-tragedi yang sekarang banyak menerpa Negara Timur tengah. Khususnya di Indonesia hal itu adalah keniscayaan karena melihat banyaknya, meskipun tidak semua, umat muslim yang menjadi korban-korban konflik tersebut. Dengan begitu maka hubungan solidaritas antar satu paham agama sedikit demi sedikit terbuka untuk mencuat karena melihat saudara-saudara yang mati berguguran disana.
Sekarang pertanyaannya adalah mengapa terdapat dua hal yang berbeda dalam satu tujuan yang sama? Karena dukungan-dukungan yang muncul di Indonesia pun, pada khususnya, telah mendua. Ada yang berpihak kepada posisi A, yang mana banyak dari mereka memprogandakan fakta-fakta nyata dibalik konflik yang sedang terjadi dan ada pula yang berpihak pada posisi B yang mana mereka juga memberikan satu porsi yang sama dengan pihak pertama.
Salah satu yang menjadi penyebabnya ialah adanya suatu pemikiran dan pemahaman yang berbeda dalam mengartikan islam itu sendiri dan hubungannya dalam kehidupan. Sepengetahuan saya dalam dunia keislaman ada yang mempunyai definisi Sekuler, Liberal, dan juga Fundamental. Ketiga tersebut adalah definisi, artinya ada satu kesenjangan berbeda diantara satu definisi dengan definisi lainnya dalam hal keislaman. Khususnya yang terakhir diatas adalah kosakata yang selalu dibahas oleh sarjana barat dalam memandang dunia Islam.
Fundamentalis Islam menjadi banyak kajian orang barat pada masa-masa terakhir perang dingin. Ketika faham komunisme mulai memudar seiring waktu maka negara-negara jajahan Rusia yang dulu berdekatan dengan Islam mulai menemukan kembali udara segarnya.
Dengan berakhirnya komunisme maka usaha-usaha mereka untuk mendapatkan kemerdekaan ternyata tidak berhenti sampai disitu. Keinginan dari beberapa wilayah yang menginginan negara yang bercirikan Islam ternyata menjadi suatu ketakutan bagi dunia barat atau bahan ejekan. Sehingga sampai saat ini mereka selalu memberikan gambaran dunia Islam dengan kekerasan atau representasi dunia ketiga yang tak elok. (Film Hollywood.)
Kembali lagi kepada konflik yang terjadi di timur tengah. Dengan begitu maka terdapat beberapa perbedaan pendapat diantara mereka dalam menyepakati kehidupan bernegara. Yang terjadi di Suriah adalah perang saudara sesama muslim, namun kenapa menimbulkan konflik yang cukup hebat bahkan senjata kimia, sebagai senjata yang dilarang, ternyata dengan mudahnya dioperasikan disana?
Negara Mesir sama saja. Mereka yang berseteru banyak juga yang muslim versus muslim tapi kenapa konflik tersebut meninggalkan korban jiwa yang banyak bahkan Mesjid, sebagai Rumah Tuhan, tiada bisa menahan nafsu para militer yang dengan keji menembakan beberapa peluru tajam? Begitupun Turki dikala kerusuhan beberapa hari yang lalu, mereka sama saja saling berseteru meski memiliki agama yang sama.
Media dan Oposisi Biner
Perbedaan-perbedaan diatas akan terasa sangat tajam bila ditambahkan atau dibumbui dengan hadirnya media-media yang selalu rajin memperbaharui berita-berita yang berhubungan dengan konflik tersebut. Baik tingkat level internasional, nasional bahkan lokal!
Kenyataannya kehadiran media dirasa bukanlah menjadi penengah antara jurang-jurang yang berbeda diatas. Melainkan kehadiran media pun turut menggiring pendapat-pendapat masyarakat yang berbeda tersebut untuk beropini liar sesuka mereka. Serasa mendapatkan udara segar ketika suatu berita didapat sama dengan yang dirasa maka bagian yang seharusnya dipertanyakan dihilangkan begitu saja, tanpa konfromi.
Adalah media yang membantu intensitas perang yang notabennya terjadi dibelahan dunia sana nampaknya terasa menggelora didunia sini. Pelbagai situs-situs mulai rajin dengan terus mengupdate berita-berita terbaru yang berhubungan dengan konflik tersebut. Suatu keuntungan yang besar bagi sebuah website dengan mengingat banyak umat muslim yang merasa ingin terus mengetahui keadaan perang disana.
Adanya suatu keberpihakan antara media dan kuasa rasanya sama dengan, meminjam istilah Michael Foucalut, yang menjelaskan tentang kuasa dan pengetahuan.
Maka kita harus mempertanyakan kembali bagaimana kemerdekaan, dalam dunia media, apabila berpendapat tentang satu hal dibarengi dengan kehendak kekuasaan? Ketika media dipegang oleh tampuk kekuasaan absolut maka yang terjadi adalah yang berkuasa, meski separah apapun ia bertindak maka akan terlihat menawan dimata pemandang media, yah itu jelas dekat dengan Propaganda. After trias politica?
Media telah memainkan peran penting dalam merangkai oposisi biner diantara pembaca. Wacana-wacana yang mereka tawarkan serasa dentuman bedil bak genderang perang yang harus diselesaikan, oleh mereka yang tak sependapat, dengan opini-opini palsu dari bahan pinjaman yang telah ada.
Oposisi biner ini atau bahasa lainnya ada hitam dan putih, jahat dan baik, dan contoh lainnya sering kita dapatkan dalam gambaran bagaimana satu media memberikan berita-berita yang menyangkut konflik tersebut. Oposisi biner itu menjadikan kita bingung dan ingin selalu bertanya sebetulnya yang benar-benar terjadi disana itu apa sih? Apa perang antara sunni dan syiah sebagaimana yang selalu dikatakan media A, atau perang ini adalah antara perang "Terorisme" melawan pemerintahan atau apakah perang ini adalah akibat geopolitik yang kian berkembang tak terarah alias ada kepentingan dibalik semua itu?
Lantas kebingungan dan tidak adanya pendirian yang kuat dalam menyaring informasi bisa menimbulkan beberapa keberpihakan yang semu. Dengan tidak adanya lagi sikap mempertanyakan kembali atau bahkan meninjau ulang makna yang tersirat dalam media akan menimbulkan suatu tindakan palsu namun dirasa asli.
Sedikit Tentang Televisi & Phobia Mereka
Siapa yang diantara saudara-saudara tepat tiga hari yang lalu menyimak film-film yang ditayangkan disalah satu siaran televisi kenamaan di Indonesia? Yah Trans TV. Nampak kepadanya bahwa ada suatu macam kesetujuan dalam memberikan satu porsi bagaimana mereka memandang permasalahan.
Dalam ruang lingkup ranah kajian budaya dan media, kata Douglas Kelner, kita bisa saja berhenti pada taraf bagaimana teks itu diberikan tapi alangkah luasnya bila kita melihat pada dunia luar yang berada diluar jangkauan teks tersebut.
Adalah gambaran, representasi, dari mereka yang berfaham, kurang lebih, tak setuju dengan gerakan-gerakan ekstrimis Islam atau bisa jadi mereka ingin memberikan pemahaman kepada masyarakat Indonesia bahwa gerakan apapun yang terjadi di timur tengah sana maka kita harus menonton terlebih dahulu film tersebut. Sekedar informasi saja, sudah tiga hari yang lalu Trans TV menyuguhkan film-film perang yang didalamnya memuat citraan-citraan tentang pertentangan Islam "Terorisme" dan Amerika "Heroisme" dan sebagainya.
Apapun itu niatnya, saya berharap apa yang kita tonton dalam film tersebut tidak menimbulkan suatu ketakutan - Islamphobia di Negeri sendiri. Karena bila kita melihat kepada sejarah nampak pula pada waktu dahulu terdapat suatu ketakutan Azerbaijan dari berkembangnya blok negara jajahan komunis yang ingin berdiri dengan bendera/unsur-unsur Islam, oleh karenanya disuguhkanlah kepada mereka berbagai film-film, sebagai propaganda, sentimentil tentang Islam dan sebagainya.
Padahal kalau kita mengetahui bahwa realitas dalam media itu adalah hasil cipta kedua dari pada realitas asli, yang mungkin, dihilangkan, dirubah atau diselewengkan. Dizaman sekarang media telah banyak memainkan peranan penting untuk memberikan beberapa pandangan bagi masyarakat.
Prakata Terakhir
Konflik yang sedang terjadi ditimur tengah diharapkan dijadikan suatu pelajaran yang berharga bagi kita. Ia adalah gambaran pelajaran dari bagaimana ketidakharmonisan antara warga - warga dan warga - pemerintah mengakibatkan konflik berdarah yang sangat lama. Apabila sudah seperti itu digoyahkan pun ia akan mudah terombang-ambing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H