Mohon tunggu...
Muhammad Zaki
Muhammad Zaki Mohon Tunggu... Lainnya - Guru | Pecinta Sejarah

Jangan biarkan dirimu menderita dua penyakit. Pertama rabun membaca dan kedua lumpuh menulis. Ingatlah selalu pesan Al-Ghazali "Jika engkau bukan anak raja/ustadz maka menulislah". \r\n

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kerinduan Para Penyanyi, Penari Boy/Girlband (Dalam Kajian Budaya)

20 Oktober 2011   02:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:44 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ketika hawa industri belum semakin merekah seperti sekarang, kebudayaan seni di negara kita memang sudah ada. Berbagai seni kebudayaan mewarnai Indonesia dari seluruh penjuru indonesia, yah kita tahu dari sabang sampai merauke selain berjajar pulau-pulau ada juga bermacam-macam kebudayaan yang hidup. Tidak perlu rasanya untuk menyebutkannya satu persatu, barangkali akan lebih bagus jikalau anda sendiri seorang Indonesia harus mempunyai usaha sadar diri berkenalan dengan Kebudayaan seni Indonesia.

Lambat laun dengan semakin pekatnya kegelapan yang ditawarkan hawa industri ke Indonesia, kebudayaan seni Indonesia serasa dibiaskan dan dibunuh perlahan-lahan. Disini bukan artinya ditinggalkan begitu saja, akan tetapi orang-orang yang tidak hidup pada zaman dimana hawa industri belum nampak merasa asing kalau harus berkenalan dengan kebudayaan seni. Prihal hawa industri yang semakin kuat menerjang memang akan menimbulkan beberapa efek yang mengejawantahkan, semisal pada diskursus modernisme & postmodernisme disebutkan bahwa orang-orang modern mulai merdeka dengan mengenal dirinya mempunyai kehendak untuk menciptakan sesuatu yang banget.

Lantas yang mereka lakukan adalah dengan membenahi pikiran mereka terhadap sesuatu yang mengekang, sesuatu hal mistis yang mengekang mereka pada masa lalu. Sebabnya adalah bahwa mereka mempunyai rasa ingin terbuka dalam menatap hidup, oleh sebabnya mereka mempunyai pedoman carpe diem. Yang mereka fokuskan adalah sesuatu yang bisa digapainya hari ini adalah untuk hari-hari esok juga sama. Tanpa melihat pada masa lalu mereka yang dikekang oleh hal-hal misitik yang kuno.

Secara tidak disadari langsung oleh kita bahwa hal yang begitu tersebut sekarang tengah hadir dikita, disini tepat dibawah selimut yang menghangati dinginnya tubuh. Pada kebudayaan dan senilah kita bisa menyaksikan betapa memang kuatnya hawa industri mengancam kekuatan Indonesia, termasuk kelokalan dibeberapa daerah. Dengan sangat mudah ketika kita jumpai sekarang anak kecil banyak menanggalkan budaya-budaya asli daerah, budaya disini kita sebut saja keseharian aku pada waktu masih kecil, dan kemungkinan besar ketika aku kecil keseharian yang dilakukan berbeda pula dengan yang terjadi ketika ayah dan ibu kita masih kecil pada zamannya.

Ada sesuatu yang hilang yang tengah kita rindukan keberadaannya, namun hawa industri semakin lantang untuk membiaskan itu semua. Lalu siapa yang lantas dipersalahkan?. Tidak mudah memang untuk menjawab sebatas seperti kita membuka telapak tangan, perlu ada penjelasan lebih merinci untuk mencari jawaban betul seutuhnya.

Tapi setidaknya gambaran orang-orang modern yang pernah melanda ketika perkembangan post industri yang terjadi di Amerika Utara bisa dijadikan hal yang serupa namun berbeda zaman. Lantas apa yang terjadi ketika kondisi di Indonesia yang terbuka terhadap kemajuan tekhnologi? Adalah yang sangat tepat sekali orang-orang Indonesia mulai terbuka dengan kebudayaan yang datang dari barat, yang menurut Adorno ketika pada waktu itu kebudayaan dibarat tengah dimasuki penyimpangan yang akut. Penyimpangan yang mendasari kehadiran kebudayaan populer yang dikembangkan media massa.

Salah satu contohnya mungkin adalah kebudayaan populer yang sekarang ini lagi gandrung disenangi kawula mada Indonesia, yah siapa yang tidak tahu boyband, girlband, sampai-sampai ke industri film semuanya tentang Korea. Lewat produksi massa dan pemberitaan yang tak kunjung henti membuat kebudayaan populer korea ini semakin mendapatkan tempat diperindustrian musik Indonesia. Terbukti dengan banyaknya group boyband yang merupakan asli dari Indonesia, grilband yang semakin trendy, bahkan sampai kepada film pun ada salah satu yang screennya mirip dengan film-film Korea.

Apa yang tengah terjadi di Indonesia sekarang ini adalah goncangan yang datang tiada henti, ditengah industri musik yang ditambah tekhnlogi yang semakin gencar membuat orang-orang Indonesia kecelimpungan dalam pengindentitasian diri, kemana aku harus ikut dan kenapa aku harus meninggalkan yang lama?

Dalam buku Popular Culture-Dominic Strinarti, disebutkan bahwa kebudayaan populer itu lahir dan terjaga karena media massa, artinya ada awal cerita sebelum cerita inti masuk dan menjadi setubuh dengan kita. Kita masih ingat sebelum trendy nya boyband dan girlband, terlebih dahulu perfilman yang sedikit demi sedikit merasuk dan menjiwai orang-orang Indonesia, tidak heran banyak VCD2 Film Korea yang dijual murah di emperan. Dari rasa suka dan megagumi orang-orang Korea, mulailah fase yang dinanti para peneliti elit kapitalis, yang merasa ini akan menjadi angin segar bagi perindustrian. Band2 Korea mulai diperkenalkan sampai sekarang seperti yang kita lihat saat ini adalah efeknya mungkin. Adanya kekaguman/kefanatikan muncul dari gemboran dan balutan yang indah dari media massa, karena seperti dicekok-cekoki secara terus menerus akan hal itu maka mungkin akan terbiasa melihatnya...

Kerinduan Para Penyanyi dan Penari adalah sebuah ungkapan penulis atas orang-orang yang tengah berjoged ria, bersolek gembira sambil meliukan badan dan kepalanya, orang seperti merekalah yang tengah merindukan sesuatu yang mereka inginkan, sesuatu yang mereka kagumi dari pencitraan media massa. Disanalah letaknya mereka menemukan kecocokan, keseragaman yang benar-benar membuat mereka ingin seperti orang yang mereka kagumi.

Kerinduan tersebut terlahir mungkin karena adanya sesuatu yang hilang dari kebudayaan yang pernah kita alami sebelum datangnya hawa Industri. Hawa industri yang paling mematikan adalh kita dibawa kedalam suatu yang plural, yang kata McLuhan itu adalah Global Village, Village disini mempunyai arti bahwa penempatan kita didalam village massif yang sudah kehilangan kohesi sosial dan ideologi. Baudliard senada dengan luhan mengatakan adanya implosion, media massa telah menyatukan manusia kemudian membiarkannya meledak kedalam, batas tradisi, bangsa dan ideologi, cair luluh begitu saja. Ziqmunt Bauman melukiskan situasi ini sebagai menguatnya wilayah estetik dan memudarnya wilayah kognitif dan wilayah moral.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun