Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Menulis di berbagai media cetak sejak 1989. Pengamat Pendidikan Nasional dan Humaniora. Pengamat Sepak Bola Nasional. Praktisi Teater.

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Putra Sang Maestro & Badut (Prihatin-Tertawa)

15 November 2024   16:13 Diperbarui: 15 November 2024   16:22 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Supartono JW

Jarang diangkat

Lakon Putra Sang Maestro yang digelar pada 14 dan 15 November 2024 di Teater Besar Taman Ismail Marzuki, adalah kisah yang jarang diangkat, yaitu tentang perjuangan dan dilema seorang badut tua yang mendapat gelar "Sang Maestro." Sosok badut ini, yang terbiasa dihina dan tak dianggap, merasa gelar tersebut bukanlah miliknya.

Tapi apa daya, pemimpin kota yang ingin memberinya gelar, bersikukuh bahwa gelar tersebut merupakan bentuk penghargaan bagi profesi yang sering diremehkan. Kontras ini membuat Sang Badut menjadi viral, mengundang pro dan kontra dari masyarakat.

Ada yang menganggapnya sombong, sementara yang lain melihatnya sebagai simbol keteguhan sikap. Di balik keputusan itu, ternyata ada alasan personal sang pimpinan kota: ia berharap gelar ini bisa mengangkat citra anaknya, yang kerap dianggap "badut."

Putra Sang Maestro pun menjadi pertunjukan yang mengalir dan menghibur. Mengocok perut. Meski kisahnya getir, sebab didukung oleh aktor-aktor besar, seperti Butet Kartaredjasa, Cak Lontong, Akbar Kobar, Endah Laras, Oppie Andaresta, Sri Krishna Encik, Mucle Katulistiwa, Marwoto, Susilo Nugroho, Wisben, dan Joened, pertunjukan malah jadi hiburan segar di tengah gersang dan tandusnya dukungan kepada pementasan ini, dari stakeholder yang seharusnya mendukung di barisan depan.

Tetapi, yang pasti, lewat lakon Putra Sang Maestro, pementasan tidak sekadar dirancang agar tak hanya memberikan hiburan, tetapi juga menginspirasi penonton untuk merenungi nilai-nilai kejujuran, kehormatan, dan penghargaan pada profesi yang sering dipandang sebelah mata.

Lihatlah, bukankah kini, keberadaan, aksi, dan pertunjukan Badut sudah masuk di sektor-sektor penting dan vital di negeri ini? He he. Tertawa lagi, deh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun