Jarang diangkat
Lakon Putra Sang Maestro yang digelar pada 14 dan 15 November 2024 di Teater Besar Taman Ismail Marzuki, adalah kisah yang jarang diangkat, yaitu tentang perjuangan dan dilema seorang badut tua yang mendapat gelar "Sang Maestro." Sosok badut ini, yang terbiasa dihina dan tak dianggap, merasa gelar tersebut bukanlah miliknya.
Tapi apa daya, pemimpin kota yang ingin memberinya gelar, bersikukuh bahwa gelar tersebut merupakan bentuk penghargaan bagi profesi yang sering diremehkan. Kontras ini membuat Sang Badut menjadi viral, mengundang pro dan kontra dari masyarakat.
Ada yang menganggapnya sombong, sementara yang lain melihatnya sebagai simbol keteguhan sikap. Di balik keputusan itu, ternyata ada alasan personal sang pimpinan kota: ia berharap gelar ini bisa mengangkat citra anaknya, yang kerap dianggap "badut."
Putra Sang Maestro pun menjadi pertunjukan yang mengalir dan menghibur. Mengocok perut. Meski kisahnya getir, sebab didukung oleh aktor-aktor besar, seperti Butet Kartaredjasa, Cak Lontong, Akbar Kobar, Endah Laras, Oppie Andaresta, Sri Krishna Encik, Mucle Katulistiwa, Marwoto, Susilo Nugroho, Wisben, dan Joened, pertunjukan malah jadi hiburan segar di tengah gersang dan tandusnya dukungan kepada pementasan ini, dari stakeholder yang seharusnya mendukung di barisan depan.
Tetapi, yang pasti, lewat lakon Putra Sang Maestro, pementasan tidak sekadar dirancang agar tak hanya memberikan hiburan, tetapi juga menginspirasi penonton untuk merenungi nilai-nilai kejujuran, kehormatan, dan penghargaan pada profesi yang sering dipandang sebelah mata.
Lihatlah, bukankah kini, keberadaan, aksi, dan pertunjukan Badut sudah masuk di sektor-sektor penting dan vital di negeri ini? He he. Tertawa lagi, deh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H