Dalam sepuluh tahun terakhir, di Republik ini, dalam peta besar negeri Katulistiwa, kira-kira siapa:
orang/rakyat/sosok/tokoh/pemimpin/lain-nya yang tahan banting?
Tahan banting, negatif
Bila hitungannya dalam sepuluh tahun yang lalu, mungkin dapat ditebak, siapa yang di +62 dianggap tahan banting. Tetapi tahan banting dalam arti negatif.
Sementara, bila dihitung sepuluh tahun ke belakang hingga sejak Indonesia merdeka 79 tahun yang lalu, dalam arti positif, yang tahan banting adalah rakyat jelata. Tetap tahan banting dalam gelimang kemiskinan dan penderitaan.
Dalam peta kecil kehidupan individu, baik itu rakyat jelata hingga kaum yang disebut elite di negeri ini, siapa orang yang dapat dikategorikan sebagai pibadi yang tahan banting, namun dalam arti benar, positif.
Bukan tahan banting karena memiliki "dukungan" dari dinasti, oligarki, politik, gratifikasi, korupsi-kolusi-nepotisme (KKN) dan dukungan cukong. Bahkan golongan ini, bila melihat sepak terjangnya belakangan ini, bukan lagi disebut sebagai orang-orang yang tahan banting, tetapi netizen/warganet, menjuluki mereka sebagai orang-orang yang tidak tahu malu, tidak tahu diri, tidak beretika, tidak bermoral, dan sejenisnya.
Tahan banting yang benar
Dalam berbagai literasi dapat saya simpulkan bahwa seseorang yang memiliki, Â kepribadian tahan banting, akan mampu mengubah keterbatasan menjadi peluang. Memanfaatkan celah sekecil apapun untuk meraih kesuksesan, prestasi. Selalu memiliki mimpi, obsesi. Terus dinamis, bergerak, berjalan, berlari. Penuh imajinasi, kreativitas, dan inovatif.
Namun demikian, setiap orang yang tahan banting, pun memiliki kemampuan yang berbeda dalam mengatasi atau menghadapi tantangan dan cobaan dalam kehidupan di dunia ini.
Tahan banting atau dalam istilah psikologi biasa disebut sebagai ketahanan (resiliensi) adalah kemampuan untuk beradaptasi dan bangkit kembali dalam menghadapi situasi sulit atau tantangan hidup. Resiliensi juga dapat diartikan sebagai ketangguhan atau daya pegas.
Â
Resiliensi mencakup berbagai aspek, seperti mental, perilaku, dan emosi. Seseorang yang resilien memiliki kapasitas untuk mengelola diri sendiri dan mencapai hasil positif. Sebab, akan mampu mengendalikan emosi, pandai bersyukur, tidak bertindak impulsif (spontan tanpa pertimbangan), selalu optimis, penuh empati, cerdas menganalisis penyebab/masalah, mampu atasi konflik, dan selalu memiliki alternatif solusi, memiliki efikasi diri, yaitu
keyakinan atau kepercayaan diri atas kemampuannya untuk mengorganisasi, melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, menghasilkan sesuatu dan mengimplementasi tindakan untuk mencapai kecakapan tertentu, penuh visi-misi, dengan pondasi iman dan pikiran cerdas yang positif.
Â
Orang yang resiliensi selalu membutuhkan dukungan, karena hidup dan kehidupan tidak dapat dilakukan sendiri tanpa bantuan dan keterlibatan orang lain. 5idak akan patah semangat meski keluarga tidak mendukung, tetap berupaya mencari dukungan dari saudara, kerabat, teman, tetangga, atau lingkungan masyarakat/sosialnya.
Â
Saya kutip dalam buku "The HappyTherapy Book", penulisnya, psikolog Tara de Thouars mengatakan, ada dua pilihan ketika seseorang dihadapkan pada sebuah masalah, yaitu menyerah atau bangkit dan bertahan.