Sebagai rakyat jelata, yang ikut tergerak dengan kondisi Indonesia, pada Kamis, 22 Agustus 2024, saya pun menyuarakan isi pikiran dan hati saya dengan menulis artikel "Pembegal Konstitusi, Tangkap!".
Sesuai KBBI, begal bermakna orang yang menyamun, perampok, perampas. Secara hukum, orang yang melakukan tindakan begal, sebab tergolong tindak kejahatan, tentu bila ditangkap oleh Polisi, akan dikenai sanksi hukum sesuai UU yang berlaku.
Terkait dengan begal ini, sebab berbagai pihak dan rakyat menyebut DPR dan Pemerintah membegal putusan MK, lalu menganulir putusan MK dengan dalih merevisi UU Pilkada, bukankah itu tindakan jahat yang bukan sekedar membegal harta benda "korban" begal. Tetapi ini kejahatan membegal Konstitusi. Lebih jahat bukan? Keputusan MK yang final dan mengikat, justru tidak dianggap?
Suara pikiran dan hati, dihapus
Karenanya, seiring dengan kemarahan "rakyat" yang akhirnya menggeruduk Gedung DPR di Senayan, Jakarta dan di daerah lain Indonesia, saya pun menyuarakan pikiran dan hati saya dengan menulis artikel "Pembegal Konstitusi, Tangkap!"
Jujur, saat saya menayangkan artikel itu, saya tidak yakin redaksi, akan meloloskan atikel saya ini tayang. Tetapi, ternyata, tidak pakai ada notifikasi dari redaksi, bahkan tidak ada pula proses moderasi, artikel saya langsung tayang, namun setelah saya cek, beberapa paragraf di dibagian akhir "teredit".
Saya bersyukur dan berterima kasih, sebab redaksi meloloskan artikel saya.
Namun, saat malam hari, saya buka lagi artikel ini, ternyata ada notifikasi chat dari redaksi. Isinya, artikel saya melanggar syarat dan ketentuan yang berlaku. Tetapi, artikel tetap masih tayang.
Saat bersamaan, di layar televisi ada konferensi pers, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad di depan awak media, Kamis petang (22/8/2024) menegaskan, revisi UU Pilkada batal disahkan dalam rapat paripurna. Dia juga menjamin RUU ini tidak akan disahkan dalam rapat paripurna Selasa (27/8) pekan depan.
Atas situasi tersebut, saya pun bersyukur, dan artikel "Pembegal Konsitusi, Tangkap!" yang saya pikir sudah selesai. Tidak perlu lagi tayang. Maka, saya pun menghapusnya. Bukan sekadar karena notifikasi dari redaksi, tetapi karena sementara "rakyat" sudah menang dari belenggu pembegalan putusan MK.
Jangan main-main dengan rakyat