Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat pendidikan nasional dan sosial. Konsultan pendidikan independen. Prakitisi dan Narasumber pendidikan. Praktisi Teater. Pengamat sepak bola nasional. Menulis di berbagai media cetak sejak 1989-2019. Ribuan artikel sudah ditulis. Sejak 2019 rehat menulis di media cetak. Sekadar menjaga kesehatan pikiran dan hati, 2019 lanjut nulis di Kompasiana. Langsung meraih Kompasianer Terpopuler, Artikel Headline Terpopuler, dan Artikel Terpopuler Rubrik Teknologi di Akun Pertama. Ini, Akun ke-Empat.

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tabiat Berwhatsapp (WA), Cermin Kepribadian dan Hati Sehat atau Sakit?

19 Juli 2024   11:36 Diperbarui: 19 Juli 2024   11:56 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Supartono JW


Orang-orang yang teridentifikasi memiliki "tabiat" merespon atau menjawab pesan/telepon WhatsApp (WA) lama atau bahkan tidak merespon atau tidak menjawab, semoga itu terjadi karena perangkat ponselnya yang rusak atau tidak mendukung atau tidak ada pulsa, atau sedang sibuk, dan lainnya, bukan karena kepribadian yang buruk dan hati yang berpenyakit.

(Supartono JW.19072024)

Dalam kehidupan ini, selain sering mendengar keluhan tentang perilaku orang-orang yang menggunakan aplikasi WhatsApp (WA) tidak centang biru, banyak juga keluhan tentang banyaknya orang-orang yang teridentifikasi memiliki "tabiat" merespon atau menjawab pesan/telepon WA lama atau bahkan tidak merespon atau tidak menjawab,

Saya sendiri, di link pekerjaan/kegiatan/lingkungan sosial saya, sangat prihatin menjumpai dan menghadapi orang-orang yang WAnya tidak centang biru. Lalu, merespon atau menjawab pesan/telepon WA lama. Atau bahkan tidak merespon atau tidak menjawab. Padahal orang-orang tersebut memiliki hubungan vital atau bahkan menjadi pintu utama komunikasi dalam hal kegiatan/pekerjaan, dll.

Saya juga mengidentifikasi, ada di antara orang-orang tesebut, sejatinya memiliki keterampilan berkomunikasi (Communication Skill) yang benar dan baik di luar penggunaan WA. Tetapi memiliki tabiat sangat buruk dalam berkomunikasi di WA.

Harus disadari bahwa keterampilan berkomunikasi atau communication skill adalah kemampuan yang digunakan untuk menyampaikan dan menerima segala jenis informasi dari lawan bicara. Lawan bicara ini bisa berupa individu maupun kelompok yang menyampaikan pesannya secara langsung atau melalui perantara.

Communication skill tidak hanya melibatkan kemampuan berbicara. Tetapi juga kemampuan dalam mendengarkan, mengamati, bahkan berempati terhadap lawan bicara. Kemampuan berkomunikasi terjadi di antaranya melalui interaksi secara tatap muka, percakapan telepon, atau aplikasi perpesanan termasuk email dan media sosial (WA, Instagram dll).

Setiap orang, dalam kehidupan sosial (keluarga, lingkungan masyarakat, instansi, institusi, grup kekeluargaan, dll) sewajibnya memiliki keterampilan berkomunikasi. Terlebih keterampilan berkomunikasi ini akan dapat membuat sesorang dapat bertukar informasi, memcahkan masalah, mengambil keputusan, meningkatkan kreativitas-produktivitas-inovasi, dan meningkatkan personal branding/nilai diri.

Orang-orang yang memiliki keterampilan berkomunikasi, dalam lisan, tulisan, komunikasi non-verbal, menjadi pendengar, menyesuaikan diri saat menjadi pembicara atau menjadi audien, kejelasan pesannya dalam media, volume suara dan artikulasi saat berbicara, empatinya, keramahannya, penghormatannya, respek/responnya, hingga kepercayaan dirinya akan nampak dan mudah dilihat, diperhatikan, diidentifikasi oleh orang lain. Orang lain dapat menilai.

Karenanya, orang-orang yang memiliki tabiat buruk dalam komunikasi dengan WA, bisa jadi keberadaan dan kehadiran WA tanpa disadari justru menjadikan seseorang yang tadinya mumpuni dalam keterampilan berkomunikasi, menjadikan aplikasi WA sebagai "alat" menggali lubangnya sendiri dengan menunjukkan karakter asli kepribadian seseorang yang buruk, adanya penyakit hati, sombong.

Tidak bersyukur, meremehkan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun