hati, tidak akan membuat orang lain, pihak lain: resah hati.
Orang-orang yang beriman, bertaqwa, cerdas akal, dan punya(Supartono JW.16032024)
Sabtu pagi (16/3/2024), di  lingkungan kami, cuaca mendung.  Hujan pun turun kembali. Tidak terasa bagi sebagian Umat Muslim di Indonesia, hari ini sudah ada yang memasuki hari ke-6, ada yang baru memasuki ibadah Ramadan ke-5.
Dari berbagai kisah dan kejadian kehidupan ini, rasanya banyak hal yang dapat saya tulis sebagai potret kejadian untuk artikel saya di 1445 H (6). Karenanya saya putuskan menulis "Membuat Hati Nyaman, Bukan Meresahkan!". Untuk mewakili hati-hati rakyat jelata/umat yang resah.
Meresahkan hati
Bila kita indentifikasi sikap dan perbuatan masyarakat, mulai dari rakyat jelata hingga pemimpin di negeri ini, apalagi dalam suasana proses Pemilu yang sedang berjalan, perbuatan yang meresahkan hati, pemicunya justru para elite dan pemimpin negeri kita sendiri.
Rakyat pun resah hati, ingin tahu kebenaran. Benarkah ada 58 dan 42 persen rakyat yang terbelah dalam proses Pemilu? Atau Kisah 58 dan 42 persen rakyat ini memang hanya rekaan. Bila benar ada rakyat yang tergolong menjadi pemilih Pemilu yang 58 persen, mereka rakyat yang mana, yang seperti apa? Lalu, 42 persen, mereka rakyat yang mana, yang seperti apa juga?
Selain hal tersebut, di negeri ini, terlalu banyak hal yang meresahkan hati rakyat. Sebab, sebagian rakyat mengganggap bahwa pemimpin negeri malah meneladani perbuatan yang tidak beretika dan tidak bermoral, demi melanggengkan kekuasaan. Sementara rakyat tetap dalam kebodohan, kemiskinan, dan penderitaan. Meski sudah memasuki bulan Ramadan.
Membuat nyaman
Terkait hal yang meresahkan ini, dalam artikel Ramadan, saya berharap di Masjid mana pun, janganlah Salat Tarawih dan hal-hal yang mendukungnya, membuat jamaah Masjid menjadi resah, sebab ada Masjid yang menyelenggarakan Program Salat Tarawih berlama-lama. Ini bukan malah membuat hati nyaman.
Selain para Imam yang bacaan Salatnya panjang-panjang, ada beberapa Masjid yang juga menyelipkan acara Kuis, Kultum, dan lainnya. Parahnya lagi, sudah Imam bacaan Salatnya panjang-panjang atau lambat, yang Kultum juga sering tidak menyadari, bahwa kepanjangan dari Kultum itu, kuliah tujuh menit. Tetapi faktanya, hampir rata-rata, petugas Kultum selalu memakai waktu lebih dari tujuh menit.