Perbuatan benar dan baik, selalu datang dari hati yang bersih dan otak yang cerdas. Sebab, ada perbuatan benar dan baik, namun datang dari otak yang tidak cerdas, perbuatannya gagal. Ada perbuatan tidak benar dan tidak baik, tetapi datang dari otak yang cerdas, perbuatannya berhasil karena licik.
 (Supartono JW.17102023)
Drama politik di Indonesia, nampaknya memang harus sesuai dengan skenario yang sudah dibuat oleh sang sutradara. Nah, siapa sutradaranya, siapa pun boleh menerka dan menebak-nebak, meski sejatinya sangat mudah untuk dicerna.
Di antara bagian adegan dari skenario sesuai arahan sutradara itu, putusan Mahkamah Konstitusi (MK), yang membuat keputusan seseorang yang pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah atau pejabat negara lainnya yang dipilih melalui pemilu bisa mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden meski berusia di bawah 40 tahun. Putusan MK yang menolak gugatan di bawah 40 tahun tetapi membuat keputusan baru, sudah dapat diduga.
Sebab, bagaimana pun skenario sangat jelas. Untuk membuat keputusan seseorang yang pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah atau pejabat negara lainnya yang dipilih melalui pemilu bisa mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden meski berusia di bawah 40 tahun. Harus diawali dengan gugatan usia di bawah 40 tahun, itu. Ini sudah menjadi satu kesatuan cerita.
Bagaimana dengan cerita berikutnya? Ada adegan, yaitu pernyataan Presiden yang sudah disiarkan oleh berbagai media cetak, media elektronik, hingga berbagai saluran televisi di Indonesia. Pernyataannya, Presiden Jokowi enggan berkomentar karena tak ingin mencampuri persoalan yudikatif. Ia justru meminta para pakar untuk memberikan komentar atau menilai Putusan MK yang menimbulkan dinamika politik dalam negeri ini.
"Mengenai putusan MK silakan ditanyakan ke Mahkamah Konstitusi, jangan saya yang berkomentar. Silakan juga pakar hukum yang menilainya, saya tidak ingin memberikan pendapat atas putusan MK, nanti bisa disalah mengerti seolah-olah saya mencampuri kewenangan yudikatif," kata Jokowi, Senin (16/10/2023).
Jokowi juga menjawab soal kabar yang beredar mengenai putra sulungnya sekaligus Wali Kota Surakarta, Gibran Rakabuming Raka yang akan dicalonkan sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres). Jokowi meminta semua pihak untuk memahami bahwa pasangan capres-cawapres hanya bisa ditentukan melalui partai politik atau gabungan partai politik. Karena itu, ia mempersilakan siapa pun untuk bertanya kepada partai politik. Ia tak ingin melakukan intervensi.
"Pasangan capres-cawapres ditentukan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Jadi, silakan tanyakan saja ke partai politik, itu wilayah parpol. Saya tegaskan, saya tidak mencampuri urusan penentuan capres atau cawapres," kata Jokowi.
Indonesia merindukan negarawan
Atas kondisi drama politik yang kini sangat hangat di Indonesia ini, harus diingat dan dicatat. Kendati menyoal pendidikan rakyat Indonesia masih terus tercecer dari negara lain. Tetapi, rakyat Indonesia yang cerdas dan melek atas kondisi adanya Dinasti Politik yang kini sedang di bangun di Indonesia, sangat dipahami dan dimengerti oleh rakyat.