Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Menulis di berbagai media cetak sejak 1989. Pengamat Pendidikan Nasional dan Humaniora. Pengamat Sepak Bola Nasional. Praktisi Teater.

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tentang Etika dan Kezaliman

26 Juni 2023   12:52 Diperbarui: 26 Juni 2023   13:05 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Banyak manusia yang terdidik dan banyak manusia, meski tidak dapat berkesempatan menempuh pendidikan di jalur formal, tetap tidak kehilangan etika dan tidak berbuat zalim. Mereka belajar dari kehidupan nyata di lingkungan keluarga dan masyarakat, karena pandai bersyukur, hidup (makan, sandang, papan) dari REZEKI yang HALAL. Pun meneladani tradisi dan budaya yang benar dan baik, tahu keadilan, sehingga tahu hak dan kewajiban. Punya simpati, empati, tahu diri, rendah hati.

Drs. Supartono, M.Pd./Supartono JW
Pengamat/Praktisi Pendidikan Nasional dan Sosial
Pengamat/Praktisi Sepak Bola Nasional

Depok, 26 Juni 2023

Sebuah catatan refleksi jelang Hari Raya Idul Adha 1444 Hijriah. Agar terhindar dari berbuat tidak sesuai etika dan perbuatan zalim.

Andai semua orang beretika dan tidak berbuat zalim, kira-kira bagaimana kehidupan di dunia ini? Bagaimana kehidupan di Indonesia? Kehidupan di sekeliling kita?

Apa sih etika dan zalim? Apa para elite dan pemimpin negeri juga bermain-main dengan etika dan kezaliman? Bagaimana dengan rakyat jelata yang dipimpinnya?

Etika

Kata "etika" berasal dari kata Yunani ethos, yang berarti timbul dari kebiasaan. Dalam hal ini, yang menjadi perspektif objeknya adalah tindakan, sikap, atau perilaku manusia. 

Secara umum dapat dipahami, pengertian etika adalah ilmu tentang sikap dan kesusilaan individu dalam suatu lingkungan sosial, yang penuh dengan aturan dan prinsip tentang apa yang dianggap sebagai perilaku yang benar.

Sesuai Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) etika  didefinisikan sebagai ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).

Etika juga aturan, norma, kaidah, atau prosedur yang biasa digunakan individu sebagai pedoman atau prinsip dalam melakukan perbuatan dan perilakunya. Penerapan norma ini erat kaitannya dengan baik buruknya seorang individu dalam masyarakat.

Karenanya, etika menjadi ilmu yang mempelajari baik dan buruk, serta kewajiban sosial dan moral, hak dan tanggung jawab setiap individu dalam kehidupan sosial. Atau dapat kita katakan bahwa etika mencakup nilai-nilai yang mengenai moralitas pribadi yang berkaitan dengan benar dan salah.

Secara filsafat, etika adalah tentang hidup yang benar dan baik. Tentang seseorang yang berbuat benar dan baik, serta menginginkan hal-hal yang benar dan baik dalam hidupnya. 

Zalim

Zalim artinya bengis, tidak menaruh belas kasihan, tidak adil, kejam.Sementara maksud menzalimi adalah menindas, menganiaya, berbuat sewenang-wenang.

Dari beberapa ajaran tentang sikap zalim dan menzalimi ini, kezaliman akan mengakibatkan berlakunya azab yang besar bagi pelakunya. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam QS. Al-Furqan ayat 19.

Berikutnya, kezaliman akan mendapatkan laknat berupa dijauhkannya dari kenikmatan-kenikmatan dan rahmat Allah SWT baik di dunia maupun di akhirat. Hal ini ditegaskan dalam QS. Ghafir ayat 52 bahwa "(yaitu) hari ketika permintaan maaf tidak berguna bagi orang-orang zalim dan mereka mendapat laknat dan tempat tinggal yang buruk."

Selanjutnya, kezaliman akan mendapatkan ancaman doa dari orang yang dizaliminya dan doa orang yang terzalimi akan dikabulkan oleh Allah SWT, sekalipun doa keburukan. 

Rasulullah SAW pernah bersabda: "Dan berhati-hatilah terhadap doa orang yang terzalimi, karena tidak ada penghalang antara doanya dengan Allah" (HR. Bukhari dan Muslim).

Siapa pun yang berbuat kezaliman akan mengalami kebangkrutan. Di hari kiamat kelak, bila tidak bertaubat kepada Allah SWT dan memohon maaf kepada orang yang dizalimi ketika di dunia. Rasulullah SAW bersabda: "Siapa yang pernah berbuat aniaya (zhalim) terhadap kehormatan saudaranya atau sesuatu apapun hendaklah dia meminta kehalalannya (maaf) pada hari ini (di dunia) sebelum datang hari yang ketika itu tidak bermanfaat dinar dan dirham" (HR. Al-Bukhari).

Dan, kezaliman juga akan mendatangkan bencana dan malapetaka. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Hajj ayat 45 bahwa "Maka betapa banyak negeri yang telah Kami binasakan karena (penduduk)nya dalam keadaan zalim, sehingga runtuh bangunan-bangunannya dan (betapa banyak pula) sumur yang telah ditinggalkan dan istana yang tinggi (tidak ada penghuninya)."

Berbuat tidak sesuai etika, sudah begitu menzalimi, inilah potret manusia-manusia yang hidupnya hanya menghamba kepada kepentingan duniawi. Tahu berbuat, bertindak, bersikap tidak sesuai etika. Tahu perbuatannya menzalimi, tetapi demi ambisi duniawi, maka mata hatinya dibutakan.

Bagaimana praktik etika dan kezaliman di +62 sekarang ini? Di semua lini kehidupan? Apa yang diteladankan oleh para elite dan pemimpin negeri? Menjelang tahun politik? 

Bagaimana di dunia pendidikan yang terus terpuruk? Bagaimana praktik Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2023/2024? 

Bagaimana etika masyarakat dalam kehidupan nyata, kehidupan berkekeluargaan dan sosial kemasyarakatan?

Elite dan pemimpin

Bagaimana etika dan tentang kezaliman elite dan pemimpin di negeri ini? Untuk siapa sejatinya mereka berbuat benar dan baik? Untuk rakyat? Untuk siapa mereka berbuat sesuai hak dan kewajiban? Untuk rakyat?

Bagaimana moralitas mereka jelang 2024? Siapa yang dijadikan tameng demi dapat meraih semua ambisinya?

Pembangunan infrastruktur merajalela. Tapi dari uang rakyat dan utang. Untuk  atas nama rakyat dan +62, padahal, sepertinya, hanya untuk melayani pengusaha dan orang kaya karena kontrak politik. Rakyat jelata hanya menjadi penonton. Tetap miskin harta dan menderita.

Menuju 2024, sudah nampak lagi, di berbagai lini, skenario dan penyutradaraan, itu.

Yang miskin hati, dengan dalih program dan kebijakan untuk rakyat, malah menjadi pencuri (baca: korupsi) anggaran yang mereka rekayasa sendiri. Mungkin juga ada penulis naskah dan sutradaranya.

Di mana etika dan perbuatan zalim itu? Apakah ada? Silakan diricek.

Di sepak bola?

Sepak bola Indonesia juga sedang dibikin mendunia. Meski menutup mata pada pondasinya (baca: sepak bola akar rumput) yang wadahnya terus diabaikan. Tetapi hasilnya terus tinggal memetik.

Dalam hal sepak bola ini, maksudnya dan tujuannya bisa dicerna dengan logika. Tetapi, logika juga dapat mencerna ada apa di baliknya.

Di mana perbuatan tidak etik dan perbuatan zalim terjadi di ranah sepak bola? 

Di jalan raya?

Kejadian senggolan di jalan raya, kini korban yang spion mobilnya dipatahkan, malah terbalik didakwa sebagai pembunuh karena bermaksud mengejar pelaku. Tetapi kejadian, pelaku malah terlindas mobil dan meninggal.

Siapa yang dalam kasus itu beretika? Siapa yang tidak beretika? Adakah yang dizalimi?

PPDB 2023

Dunia pendidikan tetap terpuruk. Orang cerdas, yang kaya pikiran dan kaya hati, tahu apa, siapa, mengapa, kapan, bagaimana, di mana ini terjadi dan siapa yang menjadi biang keladi di +62.

Di dunia pendidikan, dalam PPDB 2023/2024, melalui jalur prestasi (japres), ada sekolah menurunkan status sertifikat kejuaraan nasional, diturunkan secara sepihak menjadi tingkat kota/kabupaten.

Pihak sekolah sampai memanggil orangtua peserta didik dan meminta orangtua peserta didik mengubah status nasional ke tingkat kota/kabupaten. Dampaknya, membuat poin sertifikat berkurang. Peserta didik bersangkutan pun digeser oleh peserta didik lain lain dalam kesempatan menjadi peserta didik baru di sekolah tersebut.

Meski dari kasus ini sangat berdampak psikologis terhadap calon peserta didik. Pihak penyelenggara yang mengeluarkan sertifikat kejuaraan juga dapat menuntut secara hukum, sebab kegiatan atas dasar legitimasi dan rekomendasi pihak/stakeholder terkait. Ada bukti pesertanya, ada bukti liputan media nasionalnya.

Namun, atas dasar masukan dari pihak yang mengeluarkan legitimasi/rekomendasi kegiatan dan permohonan dari orangtua peserta didik agar kasus ini tidak dilanjutkan ke ranah hukum, pihak penyelenggara pun legawa. 

Dari pada melakukan tindakan yang kontra produktif, tidak kreatif, tidak inovatif, buang waktu dan tenaga, anggap saja sekolah ini tidak ada.

Semoga Mas Nadiem membaca kisah ini. Saya pun mendoakan agar sekolah bersangkutan senantiasa diberikan keberkahan dan kesuksesan, sebab merasa halal telah melakukan perbuatan yang menurut masyarakat yang menjadi tahu kisah ini, beranggapan bahwa sekolah bersangkutan telah menciderai dirinya sendiri dengan perbuatan tidak beretika dan perbuatan zalim. Mengabaikan fakta dan berpendirian teguh dengan opininya.

Mas Nadiem, luar biasa lho, bila diidentifikasi, selain sekolah tersebut, ada berapa sekolah yang membuat kebijakan sendiri di seluruh negeri ini terkait PPDB jalur japres.

Bahkan, di kota yang sama, sangat ironis, calon peserta didik baru yang menggunakan sertifikat kejuaraan yang sama, di tiga sekolah lainnya, menghargai sertifikat kejuaraan sesuai statusnya, sementara satu sekolah merendahkan statusnya.

Kisah japres menggunakan sertifikat kejuaraan ini, banyak sekali kejadian-kejadian yang merugikan calon peserta didik, sebab masing-masing sekolah memiliki standar dan kebijakan sendiri-sendiri.

Bahkan, ada orangtua peserta didik yang beranggapan, kebijakan sekolah itu hanya cara sekolah bersangkutan dalam upaya memberikan kursi untuk peserta didik lain  dengan cara lain. Yang masyarakat juga sudah paham, jalur apa itu.

Menyangkut PPDB, setiap tahun pasti ada kisah-kisah baru yang diperbuat oleh sekolah dalam setiap jalur PPDB. Apakah kisah-kisah baru yang merugikan calon peserta didik ini, sudah teridentifikasi oleh Mas Nadiem?

Ayo Mas Nadiem. Saya bisa berikan datanya, lho. Sebab, setiap PPDB, saya selalu memotret kisah kecurangan yang saya sebut sebagai perbuatan tidak beretika dan perbuatan zalim, dengan dalih kebijakan sekolah, yang merugikan calon peserta didik.

Mas Nadiem, di sisa waktu Anda menjabat, masih ada waktu dunia pendidikan Indonesia dikembalikan agar beretika dan jauh dari kezaliman. Pasalnya, semua hal yang dimulai dengan tidak halal, kira-kira ujungnya akan bagaimana? 

Mungkin di dunia tidak nampak apa-apa karena manusianya nampak bersih tidak berdosa. Tapi apa di akhirat dapat dimanipulasi?

Di grup wa

Bicara etika dan kezaliman, hadirnya media sosial seperti WhatsApp (WA), juga dapat dijadikan bukti bahwa para anggota di Grup WA, khususnya di Grup-Grup Kekeluargaan, banyak anggota yang masih manusia, tetapi hati dan pikirannya ikutan terjangkit penyakit tidak beretika dan zalim. Dalam artikel sebelumnya sudah saya bahas hal ini.

Untuk itu, siapa pun admin Grup atau pemimpin Grup WA yang biasanya menjadi koordinator/ketua kegiatan kekeluargaan, wajib tegas. Keluarkan anggota Grup dari Grup WA, yang secara otomatis juga dikeluarkan dari anggota Grup Kekeluargaan, agar kekeluargaan tetap harmonis. Tidak dijangkiti penyakit pikiran dan hati yang akan membawa dampak buruk terhadap keberlangsungan kekeluargaan yang ada.

Hindarkan saya

Terkait etika dan kezaliman, masih banyak sekali lini-lini kehidupan lain yang dapat saya ulas. Tetapi, dari contoh sedikit tentang etika dan kezaliman di dunia +62 ini, dapat kita bayangkan, kira-kira seperti apa di lini kehidupan yang lain.

Yang pasti, bila segala daya upaya hingga rezeki dan kekuasaan ditempuh dengan cara-cara tidak halal, tidak sesuai etika dan cara zalim, apakah akan ada berkah yang mengiringinya?

Sejatinya, di +62, banyak manusia yang terdidik dan banyak manusia, meski tidak dapat berkesempatan menempuh pendidikan di jalur formal, tetap tidak kehilangan etika. Mereka belajar dari kehidupan nyata di lingkungan keluarga dan masyarakat, karena pandai bersyukur, hidup (makan, sandang, papan) dari REZEKI yang HALAL. Pun meneladani tradisi dan budaya yang benar dan baik, sehingga tahu hak dan kewajiban. Punya simpati, empati, tahu diri, rendah hati. Kaya pikiran dan kaya hati.

Namun, akibat keteladanan dari para elite dan pemimpin negeri yang mengais rezeki dengan cara yang tak halal, tidak beretika dan zalim. Di lingkup kekeluargaan kecil di masyarakat, di berbagai bidang kehidupan dan kegiatan, kini, saya dapat dengan mudah menemukan individu masyarakat yang miskin hati dan miskin etika, serta tidak takut dan mudah berbuat zalim.

Semoga, saya senantiasa termasuk dalam golongan orang yang selalu belajar untuk berbuat sesuai etika dan tidak zalim. Sebab, saya tahu, bila saya beretika di kehidupan kekeluargaan dan masyarakat, maka akan selalu memiliki kedalaman sikap, bisa melatih kemandirian, dan tanggung jawab untuk kehidupan.

Saya dapat berbagi kepada orang lain bagaimana mereka menjadi pribadi yang lebih baik, sehingga berpengaruh dalam kehidupan masyarakat, menuju kehidupan yang damai, sejahtera, tertib, dan harmonis. Dapat terhindar dari perbuatan zalim.

Pada ujungnya, hal tersebut dapat menjadikan saya, pribadi yang emiliki rasa tanggung jawab. Ikut memelihara dan meningkatkan kredibilitas pribadi, kekeluargaan, dll. Ikut memelihara ketertiban dan keteraturan dalam suatu organisasi atau kekeluargaan. 

Berbuat sesuai etika dan tidak zalim, juga dapat dijadikan kontrol sosial dan keadilan. Dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Melindungi hak-hak manusia. Serta dapat dijadikan sebagai acuan pemecahan masalah internal dan eksternal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun