Sebetulnya manusia atau orang dikatakan terdidik itu, jika yang bersangkutan dapat menempatkan diri dengan benar dan baik di setiap persinggahnya.
Dalam bermasyarakat misalnya, orang terdidik yang dapat menempatkan diri dengan benar dan baik, dapat dipastikan memiliki tempat atau posisi yang lebih tinggi dan lebih dihormati di tengah masyarakat.
Manusia atau orang yang terdidik, tetapi tidak dapat menempatkan diri dengan benar dan baik di tengah masyarakat, tentu secara alami, tidak akan dihargai oleh masyarakat. Bahkan cap pernah sebagai manusia atau orang yang pernah terdidik (pernah sekolah/kuliah) pun, dengan sendirinya, terabaikan.
Sebab, manusia atau orang yang terdidik dengan benar dan baik, selalu memiliki sopan santun yang benar dan baik, bertutur kata dengan benar dan baik, dan dapat membawa diri di mana pun persinggahannya. Karena, berbudi pekerti, tahu diri, punya simpati-empati, peduli, membumi, dan rendah hati.
Pendidikan yang diterima, dipelajari, dididik, diajarkan, kepada manusia atau orang-orang yang dianggap dan dihormati di tengah masyarakat, bukan hanya diserap pengetahuannya saja. Tetapi pendidikan yang diperolehnya, mampu menembus relung pikiran dan hatinya, hingga menjadi manusia terdidik yang wujudnya terbentuk dalam personality-nya (kepribadiannya). Menjadi manusia yang kaya pikiran dan kaya hati.
(Supartono JW.02052023)
Hardiknas ke-64, waktu anak habis di sekolah?
Menurut Surat Nomor 12811/MPK.A/TU.02.03/2023 tentang Pedoman Peringatan Hari Pendidikan Nasional Tahun 2023 oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, tema Hari Pendidikan Nasional 2023 adalah "Bergerak Bersama Semarakkan Merdeka Belajar".
Sebab temanya adalah "Bergerak Bersama Semarakkan Merdeka Belajar", beberapa pihak, masyarakat awam pun ada yang bertanya. Apa Merdeka Belajar, yang diusung berdasarkan Kurikulum Merdeka, dikenalkan di Indonesia sejak Februari 2022, belum semarak? Belum megah? Belum meriah?
Namun, yang pasti, fakta sejak hadirnya Kurikukum Merdeka dengan Merdeka Belajarnya, anak-anak usia dini dan muda di Indonesia (SD, SMP, SMA) terkurangi waktunya untuk berada di tengah-tengah masyarakat dalam berkegiatan nonformal (kemasyarakatan, khususnya terkait passion/hobinya).
Orangtua dan anak-anak mengeluh, pihak-pihak yang menggerakkan kegiatan nonformal  kemasyarakat terkait passion dan hobi anak-anak, kehilangan anak-anak yang menjadi anggotanya, karena sudah tidak dapat hadir lagi dalam kegiatan di luar sekolah, karena waktu anak-anak habis di sekolah. Atau habis untuk menyelesaikan tugas yang dibebankan oleh gurunya.
Ke mana Badan Pusat Statistik (BPS) atau Badan lainnya yang terkait, dalam kasus anak-anak Indonesia yang kehilangan waktunya untuk berkegiatan nonformal kemasyarakatan sesuai passion dan hobinya ini? Sepernya belum pernah membuat data statistiknya?