Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat pendidikan nasional dan sosial. Konsultan pendidikan independen. Prakitisi dan Narasumber pendidikan. Praktisi Teater. Pengamat sepak bola nasional. Menulis di berbagai media cetak sejak 1989-2019. Ribuan artikel sudah ditulis. Sejak 2019 rehat menulis di media cetak. Sekadar menjaga kesehatan pikiran dan hati, 2019 lanjut nulis di Kompasiana. Langsung meraih Kompasianer Terpopuler, Artikel Headline Terpopuler, dan Artikel Terpopuler Rubrik Teknologi di Akun Pertama. Ini, Akun ke-Empat.

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Jam Masuk Sekolah di Indonesia dari Dulu Tidak Ideal, Mengapa Pukul 05.00 Dipersoalkan?

4 Maret 2023   01:10 Diperbarui: 4 Maret 2023   01:20 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kendati kebijakannya langsung membuat gaduh di seantero +62. Juga melangkahi Kemendikbudristek. Bahkan hingga saya menulis artikel ini, Mas Menteri Nadiem juga belum nampak bersikap atas kegaduhan ini. Saya menyebut Gubernur NTT adalah sosok yang pemberani.

Terkait pemberani ini, saya juga setuju dengan Menteri Koordinator Kesra Muhajir Effendy yang dirilis oleh berbagai media massa, menyebut bahwa ide itu bagus, sebagai bagian dari revolusi mental. Tetapi saya tidak setuju dengan pernyataan Muhajir yang mengatakan agar pendidikan di NTT tidak terjebak di zona nyaman dalam ketidakmajuan. Sebab, menyangkut zona nyaman ini, tentunya untuk seluruh Indonesia.

Pasalnya, pendidikan Indonesia terus terpuruk dan tercecer dari negara Asia Tenggara, Asia, dan Dunia, khususnya dalam literasi, matematika, dan sains, di antara satu sebabnya adalah cara mendidik yang terus berkubang di zona nyaman. Meski kini, ada Kurikulum Merdeka, tetap saja, keluhan tentang dunia pendidikan terus mengepulkan polusi masalah. Apakah Kurikulum Merdeka, dalam praktiknya sesuai dengan harapan lahirnya Kurikulum Merdeka? Apakah peserta didik dan guru benar-benar merdeka dibuatnya? Atau malah terbelenggu. Jawabnya, para guru dan peserta didik, serta orangtua di seluruh Indonesia, tentu dapat jujur atas implementasi dan aplikasi Kurikulum Merdeka ini.

Acung jempol

Membuat kebijakan, sekolah masuk pukul 05.00 adalah kebijakan yang tidak populer. Karenanya saya mengapresisi keberaniannya. Atas keberanian membuat kebijakan, saya dapat mengkategorikan yang bersangkutan memiliki jiwa dan karakter revolusioner dan visioner. Revolusioner adalah orang yang cenderung menghendaki perubahan secara menyeluruh dan mendasar. Sementara visioner adalah orang yang memiliki pandangan atau wawasan ke masa depan. Bergayung sambut dengan nawa cita-revolusi mental yang sempat digaungkan di negeri ini oleh siapa? Tetapi dalam praktiknya, nawa cita dan revolusi mental itu, sampai di mana, ya? Lenyap?

Terlepas kebijakan ini langsung menuai banjir kontroversi, latar belakang dan  tujuan dari kebijakan ini, seperti sudah diungkap di berbagai media massa, juga tidak salah dan tidak buruk alias benar dan baik. Ada nilai-nilai kecerdasan intelegensi dan personality yang kreatif dan inovatif di dalamnya. Jadi, saya acungkan jempol kepada Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) periode 2018--2023,Viktor Bungtilu Laiskodat, S.H. M.Si. yang telah berani mencetuskan ide sekaligus mempraktikkan kebijakan yang bisa jadi memang tidak pernah terpikirkan sebelumnya oleh pihak terkait atau para Gubernur di provinsi lain di Indonesia.

Sekali lagi, saya acungkan bahkan dua jempol untuk Viktor, karena berani membuat kebijakan yang bukan saja kreatif, inovatif, dan ke luar dari kewajaran serta zona nyaman, tidak populer, mungkin dianggap tidak lazim, pun tegas dengan dan berani mempraktikkan di lapangan. Di tengah etos belajar anak-anak Indonesia dan para gurunya juga berkubang dalam tradisi monoton, walau pun berbagai menteri baru selalu membuat baju Kurikulum Pendidikan yang katanya menyesuaikan zaman dan demi mengejar ketertinggalan pendidikan Indonesia dari negara-negara lain.

Bila dibandingkan

Atas kebijakan yang dibuat, berbagai pihak pun bersuara, beropini, memprotes, membandingkan dan lainnya. Pokoknya berbagai judul berita dan artikel yang mengulas dan menanggapi kebijakan ini banjir. Seperti pengaruh sekolah pukul 05.00 terhadap psikologis, mental, dan kesehatan peserta didik. Juga rawan kecelakaan dan lain sebagainya.

Banyak yang membandingkan kebijakan ini dengan sekolah di Finlandia yang merupakan negara dengan pendidikan terbaik di dunia. Jam masuknya sekolahnya sekitar pukul 08.15 dan pulang sekitar pukul 14.25 siang. Lalu, dibandingkan pula dengan sekolah di Singapura, masuk pukul 07.30, pulang pukul 15.00. Sekolah di Swedia, pukul 08.00-15.00. Dan sekolah di Jerman, Inggris, Belanda, Prancis, Jepang, Amerika Serikat, Korea Selatan, Kanada, Rusia, dan lainnya, yang rata-rata masuk pukul 08.00 juga.

Dari sikap membandingkan itu, saya yang lebih dari 35 tahun menjadi praktisi pendidikan di Indonesia, dan tahu persis akar masalah benang kusut mengapa pendidikan terus tercecer, ternyata hingga Gubernur NTT merealisasikan ide tak populernya, masuk sekolah pukul 05.00, belum pernah ada menteri pendidikan yang berani mengubah jam belajar di sekolah Indonesia mulai pukul 08.00.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun