Kini kabar duka di tengah pandemi corona, menyelimuti sepakbola nasional atas wafatnya Satia Bagdja Ijatna, yang sudah menjabat sebagai pelatih Timnas Putri Indonesia, karena sakit.
PSSI pun melalui akun Twitter resminya mengumumkan langsung atas wafatnya Satya pada Senin malam (3/8/2020).
Satia Bagdja wafat dalam usia 60 tahun.
"Turut berduka cita atas berpulangnya mantan pelatih Timnas Putri Indonesia, Satia Bagdja Ijatna. Semoga beliau mendapatkan tempat yang sebaik-baiknya di sisi Allah SWT," tulis akun Twitter resmi PSSI.
Sebagai seorang akademisi sekaligus praktisi sepak bola, keberadaan Satya di PSSI memang sudah menjadi keharusan. Namun, kini beliau sudah tiada, dan belum nampak regenerasi lain selain Nursaelan Santoso.
Setelah berhasil menembus PSSI, Satia Bagdja pun sampai dipercaya menjabat sebagai pelatih Timnas Putri di Asian Games 2018. Meski tak mampu berbuat banyak di ajang tersebut, namun kepemimpinannya meninggalkan kesan baik.
Saya paham betul bagaimana karakter almarhum yang dikenal oleh para atlet/pemain nasional dan para mahasiswanya sebagai dosen, guru, ayah, dan sekaligus pelatih yang patut diteladani.
Bila mau bicara pelatih sepak bola, maka Satya Bagdja saya sebut sebagai acuan pelatih sepak bola nasional yang menguasai intelegensi, personaliti, teknik, dan speed pemain, karena terlahir dari wadah akademisi dan juga praktisi (pemain).
Karenanya, semua atlet/pemain sepak bola yang pernah merasakan didikan dan bimbingannya tentu akan sangat kehilangan.
Dia sangat mengerti apa yang diperlukan oleh atlet/pemain sepak bola baik laki-laki maupun perempuan. Maka, saat dipercaya sebagai pelatih Timnas perempuan Indonesia pun, almarhum sangat memahami psikologis pemainnya yang berbeda dengan atlet laki-laki.
Sikap konsisten dan terukur dalam kapan harus tegas, kapan harus mendekati pemain, sangat nampak dan selalu memberikan solusi terbaik dalam setiap masalah.
Selain sebagai dosen dan perna menjabat sebagai pelatih Timnas Putri, Satya juga pernah menjabat sebagai Asisten Pelatih Persija Jakarta.