Banyak yang menangkap mentah-mentah maksud bule yang keheranan atas sikap dan gaya orang Indonesia menyoal sepeda dan besepeda, padahal maksud bule itu sedang "menyindir", seperti sembilan tahun lalu, pemandu wisata di Paris juga blak-balakan kepada saya soal gaya hidup wisatawan Indonesia yang gayanya OKB.
28 Juli 2011, sembilan tahun yang lalu, saya sempat seharian bertukar pikir dengan seorang pemandu wisata yang seharian menemani kami mengakrabi Menara Eiffel, Museum Louvre, Sungai Seine, Notre-Dame, dan Galeries Lafayette di Paris, Prancis.
Dari tukar pikiran itu, yang paling saya ingat hingga saya bawa pulang ke Indonesia adalah menyoal gaya hidup orang Indonesia yang dia lihat selama ada di Paris, terutama yang sedang menjadi turis.
Sangat jelas dan tegas, dia menyebut bahwa melihat turis Indonesia yang OKB itu, saat itu sudah menjadi keseharian. Selain OKB (Orang Kaya Baru), turis Indonesia yang dipandunya juga banyak maunya. Sampai-sampai dia harus bertanggungjawab membayar denda parkir bus, karena ketidaktepatan waktu sang turis. Lalu, turis yang membuat aturan sendiri, tidak mengikuti panduan wisata yang digariskan, seolah semuanya dapat diselesaikan  dan dibayar dengan uang yang mereka miliki.
Saat saya sedang mengingat hal tersebut, ternyata, hari ini, Selasa, 28 Juli 2020, saya membaca berita di berbagai media online yang juga banyak dikomentari oleh warganet, menyoal bule yang kebingungan dengan orang Indonesia yang memborong sepeda mahal, dan bertanya ada apa di Indonesia?
Keheranan bule ini, jelas sangat logis dan masuk akal. Di tengah situasi wabah corona dan perekonomian yang terpuruk, kok orang Indonesia malah royal membeli sepeda dengan harga puluhan juta. Padahal, bagi orang bule, masalah sepeda itu adalah fungsi dan tujuan serta bersepedanya, bukan sepedanya. Jadi, mereka tidak pernah menjadikan sepeda untuk gaya hidup apalagi gaya-gaya an dan sok agar dibilang kaya.
Sembilan tahun yang lalu, saya sendiri melihat di Amsterdam, Belanda yang sudah dijuluki sebagai kota sepeda. Di sana sepeda bukan menjamur, tetapi saya sebut menyemut, karena memang masyarakat di sana menjadikan sepeda sebagai alat transportasi utama. Sembilan tahun yang lalu, tak satu pun saya melihat orang di Amsterdam dan di Paris, Prancis bahkan di negara Eropa yang lain, menjadikan sepeda untuk gaya hidup, seperti sekarang yang terjadi di Indonesia.
Jadi, bila pemandu wisata di Paris sudah menyebut orang Indonesia banyak yang OKB, lalu kini ada orang bule yang keheranan dengan sepeda mahal yang diborong orang Indonesia, maka menjadi hal yang seharusnya membuat kelompok masyarakat "itu" instrospeksi diri.
Orang-orang kaya di manca negara, lebih banyak yang cerdas berpikir dalam memenej keuangannya untuk skala prioritas kehidupan, bukan untuk gaya kehidupan.
Masyarakat manca negara, terutama di negara maju, yang usia negaranya juga sudah ratusan tahun, terutama di Eropa, memang sudah terlatih, terbudaya, dengan kehidupan yang selama ini akrab dengan mereka yang dimulai dari nenek moyangnya. Sehingga, jarang kita mendengar, masyarakat bangsa mereka menjadi bangsa peniru budaya asing dan gaya hidup yang "sok-sok an" tidak perlu eksis dan pengakuan dari masyarakat lain bahwa dirinya kaya.
Untuk masyarakat Indonesia, yang baru menjelang usai 75 kemerdekaan bangsanya, maka wajar, sikap dan gaya hidup yang masih latah dan sok-sok an lekat dan masih sulit dikendalikan, karena yang bersangkutan memang masih butuh eksistensi dan pengakuan dari masyarakat yang lain. Malah, bukan hanya butuh pengakuan dan dipandang oleh masyarakat, kelompok masyarakat ini juga "tak punya malu" pamer harta dan kekayaan. Padahal masyarakat lain yang melihatnya mengelus dada akan sikap dan gaya hidupnya.