Dan, kini tahun 2020, setelah 86 tahun Hagia Sophia menjadi Museum, Presiden Turki memutuskan bangunan bersejarah ini kembali menjadi Masjid.
Kendati sudah berubah fungsi menjadi masjid, Erdogan menggaransi bahwa, Hagia Sophia tidak akan ada yang diubah. Hagia Sophia juga tetap boleh dikunjungi oleh segala umat beragama dan turis dari berbagai negara.
Dalam Salat Jumat perdana setalah 86 tahun pun, dari siaran berita di televisi, masyarakat dunia dapat menyaksikan bahwa Hagia Sophia dipenuhi umat muslim.
Sebab saya sendiri telah mengakrabi dan pernah bercengkerama di bangunan megah bersejarah itu. Lalu, turut dapat merasakan dan membayangkan, saat saya berada persis di bawah kubah di tengah bangunan, bagaimana tangan-tangan terampil pada 1.489 tahun yang lalu itu mendirikan bangunan ini, maka saya dapat merasakan bagaimana perasaan pihak yang tidak setuju Hagia Sophia kembali menjadi Masjid.Setali tiga uang, saya juga dapat memahami mengapa Erdogan dan rakyat Turki, menghendaki Hagia Sophia kembali menjadi Masjid.
Bagaimana pun, Hagia Sophia adalah bangunan yang letaknya ada di wilayah kedaulatan Turki. Jadi, bila pemimpin dan rakyat Turki, menghendaki Hagia Sophia menjadi Masjid kembali, adalah hak mereka.
Barangkali itulah yang dapat saya ungkap, menyoal Hagia Sophia, karena saya sendiri sudah merasakan berada di dalam bangunan megah nan bersejarah itu.
Mengapa Hagia Sophia menjadi polemik? Jawabnya karena ada kepentingan sejarah dan ada kepentingan negara. Nah, kepentingan negara ini, bisa saja karena adanya taktik, intrik, dan politik, mungkin.
Sebagai warga negara dunia, yang kagum atas bangunan Hagia Sophia, maka saya melihat, polemik yang terjadi, bila dilihat dari masing-masing pihak yang berkepentingan atas bangunan itu, tidak ada yang salah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H