Masa helm SNI ini dijadikan komoditi. Kasihan rakyat yang sedang terpuruk. Rp 250.000 itu, bisa buat beli berapa liter beras hayoo. Buat beli beras selitar saja masyarakat masih susah, meski sudah punya motor. Karena banyak masyarakat yang di PHK, macet usahanya dan sejenisnya.
Operasi Patuh Jaya yang digelar polisi sejak 23 Juli dan akan berlangsung hingga 5 Agustus 2020, ternyata ada kisah menarik yang perlu diapungkan.
Kisah itu adalah menyoal helm standar pemotor yang wajib SNI. Bila tidak, maka pengendara motor akan terkena salah satu dari pasal penilangan.
Alih-alih mendapat respon positif dari masyarakat, upaya kepolisian menertibkan pengendara ini justru dianggap menambah derita rakyat di tengah pandemi virus corona.
Apa yang menjadi perbincangan warganet menyoal tilang helm SNI ini? Ternyata bahasannya cukup menohok bagi kepilisian. Â
Mungkin, atas komentar warganet tersebut, yang dapat diambil benang merahnya adalah menyoal "sosialisasi" penggunaan helm SNI saat Operasi Patuh Jaya berlangsung.
Sebagian warganet memang merasa bahwa selama ini persoalan penggunaan helm sudah tak lagi mengerucut pada helm yang wajib SNI dan bahkan para pengendara motor pun malah sudah menggunakan helm impor yang kualitasnya jauh dari helm lokal, SNI.
Bila dalam operasi kali ini, tiba-tiba ada delik tilang bagi pengendara yang tidak menggunakan helm SNI, sementara kepolisian juga tidak ada lagi pengingatan dan sosialisasi, memang patut dicurigai ada upaya terselubung seperti komentar warganet tersebut.
Dalam girdmotor.id, Jumat (24/7/2020) diungkap bahwa bukan jaminan pengendara (bikers) yang pakai helm SNI akan lolos dari razia Polisi, dan akan tetap kena tilang.
Mengapa begitu? Ternyata, meski helm sudah SNI, namun ternyata bila helm ternyata SNI palsu, maka tetap saja kena tilang.
Lebih digarasbawahi lagi, ternyata dalam operasi Patuh Jaya 2020 salah satu poin penting yang jadi perhatian Polisi adalah tidak menggunakan helm SNI. Kok bisa? Tapi tidak ada sosialisasi?