Bapak Presiden, apa POP harus terus digulirkan meski menuai kontroversi dan DPR pun sudah angkat bicara? Apa Mas Nadeimnya yang.segera diganti dulu?
Sejak Nadiem Nadiem dipercaya oleh Presiden Jokowi duduk ebagais menteri pendidikan dan kebudayan RI, praktis prestasinya selama ini saya sebut hanya "mencipta polemik". Padahal seharusnya Nadiem menjadi sosok yang diharapkan dapat mengentaskan keterpurukan pendidikan di Indonesia.
Bukannya pendidikan menjadi mengarah kepada perbaikan, namun setiap kebijakan yang diluncurkan Nadiem malah menciptakan polemik baru.
Saya sendiri entah sudah berapa kali menulis artikel menyangkut polemik yang dicipta Nadiem sejak menjabat menteri. Jujur, sejatinya saya kasihan sama Mas Nadiem ini, memaksakan diri menerima jabatan sebagai menteri pendidikan dan kebudayaan yang menjadi pondasi urat nadi kecerdasan bangsa, namun secara kompetensi, Nadiem sendiri bukan ahli dalam bidang pendidikan. Inilah akibatnya, setiap kebijakan yang diluncurkan pun sangat mudah dipatahkan dari berbagai sudut terutama sisi akademismya.
Lalu siapa yang salah? Apakah Nadiem yang memang belum mumpuni tapi berani menerima tantangan dari Jokowi? Atau Jokowi yang memang menutup mata tentang kondisi Nadiem dan tetap memaksakan diri duduk di kementerian yang sangat vital di Republik ini?
Setelah puluhan polemik yang menjadi prestasi Nadeim, kini Nadiem pun mencipta prestasi polemik baru dengan kebijakan bernama Program Organisasi Penggerak (POP) Kemendikbud.
Maksudnya, POP adalah program pelatihan dan pendampingan bagi para guru untuk meningkatkan kualitas peserta didik dengan menggandeng banyak organisasi. Dari 4.464 ormas yang mengajukan proposal, terdapat 156 ormas yang lolos seleksi evaluasi.
Berikutnya, organisasi yang terpilih akan mendapat hibah untuk menunjang program makalah yang mereka ajukan. Kemendikbud membaginya menjadi tiga kategori, yaitu Gajah dengan bantuan maksimal Rp 20 miliar, kategori Macan sebesar Rp 5 miliar, dan Kijang Rp 1 miliar per tahun. Target program ini adalah dua tahun.
Mengapa POP menjadi prestasi polemik baru Nadiem, ternyata Tanoto Foundation dan Sampoerna Foundation menjadi dua organisasi yang terpilih dalam kategori Gajah.
Tak pelak, keputusan ini menjadi polemik lantaran kedua perusahaan tersebut masuk dalam program CSR yang tak seharusnya didanai pemerintah.
Meski, Tanoto menegaskan perusahaan mereka bukan CSR dan membiayai program POP dengan dana mandiri sebesar Rp 50 miliar, dan Sampoerna juga memastikan mereka bukan CSR, walau berbeda dengan Tanoto, Sampoerna menggunakan dana mandiri dan APBN (dana pendamping) senilai Rp 70 miliar dan Rp 90 miliar, tetap saja mereka telah ditetapkan masuk kategori Gajah, artinya mendapat hibah Rp 20 miliar dari POP Kemendikbud.