Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Niat berbagi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kisah RUU HIP yang Ditunda, Bukan Dicabut

17 Juni 2020   10:23 Diperbarui: 17 Juni 2020   10:19 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelum diparipurnakan dalam sidang, RUU ini terlebih dahulu disepakati oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR dan perwakilan Fraksi di Baleg yang telah menyampaikan pandangan dan masukan atas draf RUU tersebut.

Menilik jalan cerita menyoal RUU HIP, kini menjadi benderang siapa di balik rencana lahirnya RUU HIP ini. Meski, berbagai pihak masih tetap percaya bahwa hal ini tetap hasil dari pekerjaan "duet".

Pasalnya, munculnya rancangan RUU HIP ini langsung memicu penolakan banyak pihak, mulai dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), GP Ansor, hingga para purnawirawan.

Bahkan tudingan berbagai pihak terhadap peraturan ini beragam, dari mulai yang spekulatif seperti membangkitkan komunisme, hingga dianggap terlalu sekuler atau bahkan tidak ada urgensinya sama sekali.

Asal-usul rancangan

Agar masyarakat menjadi benderang, sebenarnya bagaimana asal-muasal lahirnya ramcangan RUU HIP, berikut saya kutipkan hasil liputan wartawan Tirto, Senin (15/6/2020), kisahnya:

Kepala Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian Dewan Inosentius Samsul mengatakan RUU tersebut merupakan usulan Badan Legislasi DPR RI.

"Naskah akademik dan draf pun Baleg yang bikin," katanya dilansir tirto.id. "Kebetulan di Baleg tenaga ahli cukup banyak, sehingga sebagian besar RUU itu dikerjakan oleh pihak Baleg, termasuk RUU HIP."

Inilah yang disebut unik, karena biasanya BKD bertugas membuat Naskah Akademik dan draf RUU sesuai arahan Alat Kelengkapan Dewan (AKD).

Selain itu, merujuk laman resmi DPR, RUU HIP setidaknya sudah dibahas tujuh kali. Satu rapat tak jelas dihadiri oleh siapa dan apa pembahasannya walaupun bersifat terbuka; sedangkan dua rapat bersifat tertutup. Dua rapat perdana, 11-12 Februari 2020, adalah rapat dengar pendapat umum yang dilaksanakan Baleg dengan mengundang para pakar. Kedua rapat tersebut dipimpin langsung oleh Wakil Ketua Baleg DPR RI Fraksi PDIP Rieke Diah Pitaloka.

Kemudian, pada 11 Februari, rapat mengundang Jimly Asshiddiqie dan Adji Samekto. Dalam rapat itu Jimly mengatakan ia menyambut positif peraturan ini, tetapi meminta agar isinya tidak terlalu detail atau konkret. Dengan kata lain, multitafsir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun