Sebelum pandemi corona hadir, video conference atau konferensi jarak jauh melalui video call (vc) sudah berlangsung dan familiar di masyakat. Terlebih stasiun televisi juga sering menayangkan berita dan acara, yang nara sumbernya terbubung melalui vc.Â
Kini, di tengah pandemi corona, dengan adanya PSBB, maka vc semakin populer di masyarakat baik pada institusi, instansi, akdemisi, pun masyarakat umum.Â
Fitur vc sangatlah berguna untuk tetap terhubung dan berkomunikasi tanpa harus bertatap muka secara langsung di saat masyarakat harus kerja dari rumah, alias work from home (WFH).Â
Momentum ini pun dijadikan "lahan" empuk bagi banyak pengembang yang membuat aplikasi video conference, di antaranya adalah Zoom.Â
Nah, yang menarik dan paling menonjol khususnya di Indonesia, setiap kali kita menyaksikan tayangan di televisi yang menghadirkan nara sumber atau dalam acara-acara diskusi atau meeting lainnya, dan sering dibagikan oleh para individu di media sosial, kita akan disuguhi deretan  backdrop pembicara berupa rak-rak buku.Â
Nampaknya, bagi para "Zoomer" pilihan berbicara dengan latar belakang rak-rak buku atau lemari buku yang dipajang, menjadi pilihan yang lumayan banyak.Â
Sepertinya, dengan tampil meeting/diskusi/bekerja via Zoom, para Zoomer ini lebih percaya diri bila panggung setting saat ber-Zoom, di depan buku-buku.Â
Hal ini, sekaligus dengan maksud menunjukkan bahwa si Zoomer adalah akademisi, pecinta buku, dan terbudaya berliterasi dan membikin tampil lebih percaya diri.Â
Persoalan rak/lemari buku yang ada di belakangnya, faktanya selama ini hanya untuk pajangan dan demi gengsi, dan bukunya malah tidak pernah disentuh, itu urusan para zoomer, lah.Â
Imej baik bagi masyarakat
Yang pasti, bila kita lihat dari sudut positifnya, sungguh, deskripsi Zoomer yang kini banyak tampil dengan blocking di depan rak/lemari buku, cukup efektif memberikan dampak "imej" yang baik khususnya untuk masyarakat.Â