Kembali menyoal corona di Indonesia, ke mana saja para akademisi Indonesia itu? Masa, baru membuat prediksi setelah corona mengahajar Indonesia lebih dari sebulan. Apa pun tema dan hasil prediksi, terlambat menolong tindakan PAPC19 di Indonesia. Ini mengapa Indonesia dianggap sebagai bangsa yang lemah dalam tindakan kreatif dan inovatif, karena pihak yang sewajibnya menjadi terdepan dalam berbagai hal di negeri ini miskin inisiatif demi memprioritaskan hal lain, hingga ibaranya tetap membiarkan aroma kentut dan si keledai berkeliaran terus membahayakan keselamatan nyawa rakyat.Â
Sejatinya, sejak awal, para akademisi, praktisi, pengamat, dan ahli, sudah sangat gencar menginisiasi dengan memberikan kritik, masukan, dan saran. Namun, apa daya, para praktisi, pengamat, dan ahli ini, tak punya kekuatan apa-apa, sehingga inisiasinya hanya dianggap sebagai angin lalu dan bahkan dianggap ancaman. Yang mengherankan, LIPI yang seharusnya berperan, ke mana mereka?
Sayang, berharap kepada yang punya tanggungjawab, namun dapat diidentifikasi, bahwa di sektor ini sangat minim sosok yang dapat memprakarsai, memelopori, inisiatif, dan berikhtiar agar corona tidak menjadi sentrum baru pandemik di Indonesia.Â
Vietnam berhasil
Padahal, tetangga kita, Vietnam, ibaratnya berhasil mencekal kentut dan berhasil menggendong si keledai. Luar biasanya, bahkan berdasarkan rilis detik health, Minggu (12/4/2020), berdasarkan laporan dari worldmetwrs, Â Vietnam belum melaporkan satupun kasus kematian akibat Covid-19, kendati ada sebanyak 258 kasus konfirmasi positif di Vietnam dengan rincia, sebanyak 144 orang sembuh, 114 orang dalam perawatan, dan 8 orang dalam situasi kritis.Â
Mengapa Vietnam dalam mengatasi penyebaran Covid-19 dapat dibilang sukses? Ternyata ada empat tindakan cerdas yang mereka lakukan di antaranya: Satu, tindakan cepat. Pada 1 Februari, Vietnam memulai serangkaian inisiatif untuk mengatasi penyebaran virus corona baru penyebab Covid-19, yaitu dengan menangguhkan semua penerbangan ke dan dari China. Mereka juga memutuskan untuk menutup sekolah-sekolah setelah liburan tahun baru Imlek.Â
Dua, karantina 21 hari. Dua minggu setelah ditetapkannya pemberhentian penerbangan dari dan ke China, karantina 21 hari diberlakukan di provinsi Vinh Phuc, utara Hanoi. Keputusan itu dipicu kekhawatiran terhadap status kesehatan pekerja migran yang kembali dari Wuhan, China, tempat virus corona pertama kali mewabah.Â
Tiga, physical distancing. Penerapan kebijakan ini diberlakukan hingga akhir April. Jarak fisik yang mereka lakukan bukan dengan memberhentikan aktivitas perdagangan atau layanan penting, melainkan membatasi masyarakat untuk tidak keluar rumah jika tak ada keperluan mendesak.Â
Empat, protokol kesehatan Vietnam Perwakilan WHO di Vietnam Dr Kidong Park menghubungkan keberhasilan Vietnam mencegah penyebaran virus corona dengan langkah proaktif dan konsistensi pemerintah. Petugas kesehatan Vietnam membuat protokol untuk menilai infeksi dan tingkat keparahan, yaitu dengan tindakan: Dokter diharuskan mengobati gejalanya, seperti demam. Lalu, pasien menjalani diet ketat dan bergizi. Berikutnya, memonitor tingkat saturasi oksigen dalam darah pasien.Â
Akibat tindakan cerdas pemimpin yang membawa kesuksesan PAPC19 di Vietanam, fakta bahwa catatan nol kematian itu membuat operasional penerbangan domestik di Vietnam akan segera kembali dibuka. Salah satunya adalah maskapai Bamboo Airways.Â
Barangkali, inisiatif cerdas pemerintah Vietnam ini dengan empat langkah yang terlambat dilakukan oleh pemerintah Indonesia, seperti halnya yang diungkap oleh Presiden Ghana, bahwa mereka tidak tahu caranya membangkitkan nyawa rakyat yang meninggal, namun tahu persis cara membangun kembali ekonomi yang terpuruk.Â