Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Niat berbagi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Antara Kentut, Keledai, dan Keberhasilan Vietnam

12 April 2020   19:49 Diperbarui: 13 April 2020   00:37 572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Stifinfamily.com

Luar biasa, berhasil menjinakkan corona dan belum ada nyawa melayang, ekonomi Vietnam bahkan akan segera bangkit.

Sewentara, membaca dan mengikuti pemberitaan tentang kebijakan pemerintah pusat, pemerintah daerah, sikap masyarkat, sikap praktisi, pengamat, ahli,  hingga sikap akademisi tentang wabah corona di Indonesia, hingga kini, rasanya "persoalan" hanya berputar-putar saja. Maaf, seperti bau kentut di ruagann ber-AC, namun tidak ada pintu dan jendela atau ventilasi yang dibuka.

Analogi kentut dan keledai

Ironisnya, sudah tahu bahwa aroma bau kentut akan membikin masalah di ruangan ber-AC, tetap ada pembiaran atau ada kecolongan, hingga ada yang tetap kentut di ruang ber-AC itu dan tidak ada yang berinisiatif membuka jendela dan pintu agar aroma kentut segera hilang. 

Bahayanya lagi, biasanya, aroma kentut yang menyengat dan bau busuk, ditimbulkan dari kentut yang tidak bersuara. Jadi, melacak siapa penebar bau busuk dari hasil kentutnya, sulit. 

Apa bedanya dengan virus corona yang tak terlihat dan mematikan? Ibaratnya, ruang ber-AC itu adalah Indonesia. Indonesia sudah tahu, virus corona dari Wuhan sudah berpandemi, menyerang ratusan negara di dunia hingga ribuan nyawa melayang. 

Namun, ibarat kentut tadi, Indonesia yang sudah tahu ada corona, malah tetap membiarkan dan membuka peluang corona tetap masuk ke Indonesia. Kini, setelah corona masuk, ibaratnya ruang ber-AC yang diserbu aroma busuk kentut, membuka jendela dan pintu-pintunya malah setengah hati. 

Membuka pintu dan jendela itu ibarat pencegahan, antisipasi, dan penanganan covid 19 (PAPC19)  yang tidak "cermat". Dalam kondisi yang sudah "terlanjur" diserang "kentut corona", karena tidak cermat, tindakan PAPAC19 di Indonesia pun mengingatkan pada kisah perang dunia kedua. 

Dalam kisah tersebut, ada seorang serdadu yang sedang menggendong keledai, sementara serdadu lainnya mengawasi dengan seksama kawasan yang penuh ranjau. Apakah keledai itu sakit atau cidera hingga harus digendong? 

Ternyata, si keledai yang selama ini terkonotasi sebagai binatang yang bodoh, sehat-sehat saja, namun demi menyelamatkan serdadu yang lain, maka si bodoh ini wajib digendong. Bila tidak di gendong, maka tidak mustahil, si keledai tidak akan ke sana-kemari dan akibatkan ledakan ranjau yang dapat membunuh semua serdadu. 

Kisah serdadu dan keledai itu memberikan pesan bahwa, dalam masa sulit, tindakan si bodoh adalah prioritas pertama yang wajib ditangani, sebab si bodoh seringkali tak menyadari atas perbuatannya yang sesuka hati dan dapat membahayakan nyawa orang lain. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun