Belum usai bagaimana caranya menangkal dan mencegah wabah corona agar tidak terus menggerus korban baru, akibat kebijakan penanganan sejak dini yang diangap lambat dan tidak tegas oleh pemerintah pusat.Â
Kini virus baru yang mengiringi pun cukup signifikan di tengah masyarakat. Setelah imbauan berdiam diri di rumah yang secara pelan dan pasti terus berefek pada denyut perekonomian sektor usaha informal, maka virus baru itu bernama virus mudik.Â
Banyaknya warga masyarakat khususnya para pekerja sektor informal di Jabodetabek yang berasal dari daerah lain di pulau Jawa dan pulau lainnya, yang jelas terimbas ekonomi, pun terimbas kepanikan. Demikian juga dengan masyarakat urban di kota-kota lain di Indonesia, semua berbondong mudik.
Pun para Tenaga Kerja Asing (TKI) kita  yang di luar negeri, semua berbondong mudik, seperti TKI dari Malaysia, karena dilockdown.Â
Karena pilihan terbaik di benak masyarakat urban ini adalah berkumpul dengan keluarga (bp/ibu/istri/anak) di rumah, maka mereka tak berpikir panjang dan tetap mengabaikan imbuan agar tidak mudik.Â
Ternyata masyarakat urban ini, berjumlah ribuan, kini telah mudik di kampung halamannya. Kepulangan masyarakat urban yang bermaksud baik, berkumpul dengan keluarga dengan pemikiran, di masa sulit akibat corona ini, "mangan ora mangan asal ngumpul", makan tidak makan asal berkumpul, bukannya membuat pemerintah daerah dan keluarga lega, namun malah membuat mereka semua tambah repot.Â
Mau tidak mau, para pemudik ini, sesuai prosedur pencegahan harus melapor dan melakukan tes. Namun, banyaknya pemudik yang lolos dari kontrol, kini malah menjadikan daerah-daerah yang warganya mudik jadi sangat kerepotan.Â
Terlebih ribuan pemudik berasal dari zona merah corona. Akibatnya, Â serangan virus mudik ini, daerah yang tadinya zona hijau, malah sudah ikutan menjadi zona merah.Â
Parahnya, banyak warga pemudik ini yang tidak paham prosedur mudik di saat corona. Sementara yang paham prosedurpun malah banyak yang menghindar dari prosedur. Banyak keluarga di daerah yang terkaget, karena anggota keluarganya tahu-tahu pulang dan sudah di depan pintu, padahal sudah di larang pulang.Â
Buntutnya keluarga pun jadi panik dan resah. Pemerintah daerah mulai dari RT, RW, Kelurahan juga jadi disibukkan mengurusi warganya yang mudik. Lalu fatalnya lagi, Puskesmas dan Rumah Sakit daerah pun tak dapat menampung warga pemudik yang melakukan tes atau berobat, Orang Dalam Pemantauan (ODP) pun kini terus meningkat.Â
Malah ada pemudik yang hasil tesnya positif corona, selama menunggu hasil tes, yang bersangkutan justru sudah bercengkerama dengan semua keluarganya, tetangganya, temannya, hingga naik angkutan umum, ke warung dll.Â