Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Niat berbagi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Di Tengah Ketidakpastian, Semua Dapat Dibangun Lagi, Kecuali Nyawa!

22 Maret 2020   08:57 Diperbarui: 22 Maret 2020   09:13 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: CNN Indonesia

Kendati Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan status masa tanggap keadaan darurat akibat virus corona (Covid-19) diperpanjang lantaran skala penyebaran virus tersebut sudah meluas, masih ada kemungkinan perpanjangan keadaan darurat tersebut akan ditambah lagi, sebab hingga kini khususnya di Indonesia, dan umumnya di dunia, tidak ada yang tahu bagaiamana akhir dari kisah wabah ini. 

Meski demikian, pemerintah pusat ataupun daerah, hingga detik ini, belum menetapkan status darurat. Karenanya menjadi pertanyaan masyarakat, apa fungsi pernyataan BNPB bagi pemerintah pusat dan daerah dan untuk apa BNPB menjadi pusat pengendalian? 

Sementara, keputusan memperpanjang status keadaan darurat versi BNPB diperpanjang lagi karena sampai saat ini belum ada daerah-daerah ataupun pemerintah pusat yang menetapkan status keadaan darurat sehingga BNPB perlu memperpanjang lagi dari tanggal 29 Februari sampai 29 Mei 2020," ujar Kapusdatin BNPB Agus Wibowo saat konferensi pers di kantornya dilansir liputan6.com, Jakarta, Selasa (17/3). 

Atas kondisi ini, apa fungsi status yang dikeluarkan oleh BNPB bagi masyarakat? Sementara masyarakat pun juga harus mematuhi anjuran pemerintah daerah yang juga harus patuh pada pemerintah pusat. 

Dengan demikian, apakah status yang dikeluarkan BNPB menjadi sahih? Terlebih sampai saat ini, tidak ada satu pihakpun yang dapat memprediksi secara pasti berapa lama bencana COVID-19 akan terjadi. 

Tetapi, pemerintah tetap bersikukuh tidak akan menjalankan kebijakan lockdown demi perekonomian rakyat, padahal banyak pihak yang juga telah memberikan masukan bahwa nyawa bila sudah melayang, tidak dapat dihidupkan kembali, tapi ekonomi yang terpuruk akan dapat dibangun lagi. 

Toh, semua negara di dunia juga mengalami kondisi yang sama. Sebaliknya, atas sikap pemerintah tak akan me-lockdown pun banyak masyarakat yang setuju karena kondisi ekonomi sektor informal Indonesia. 

Kini, pemerintah justru telah menyiapkan ribuan obat yang diprediksi dapat menyembuhkan pasien yang terdampak virus corona. 

Di satu sisi, anjuran untuk masyarakat melakukan social distancing, selain berdiam diri dan berakivitas di dalam rumah, juga sangat mungkin akan diperpanjang atau diperluas cakupannya. Ini pun akan berisiko dapat menimbulkan kekhawatiran dan ketidakpastian. 

Untuk itu, atas kondisi ini, sejatinya pemerintah pusat dan daerah lah yang wajib memberikan penyadaran kepada rakyat, bahwa ketidakpastian wabah virus corona ini akan terus menggerus korban dan entah sampai kapan akan berakhir, wajib lebih dinomorsatukan. 

Sebagai analogi, anjuran dari masyarakat menyoal lebih penting menyelamatkan nyawa daripada ekonomi, karena bila nyawa melayang tidak dapat dihidupkan lagi, namun bila ekonomi ambruk dapat dibangun lagi, maka persoalan belajar di bangku sekolah, belajar di bangku kuliah, pekerjaan di kantor dan lain-lain, juga jangan dipikirkan harus tetap berjalan. 

Seperti halnya ekonomi ambruk yang dapat dibangun lagi, maka belajar dan pekerjaan juga dapat diulang lagi, mungkin istilahnya bisa dari awal lagi, saat nanti kondisi virus benar-benar telah terkendali dan pergi. 

Jadi, bila sekarang banyak masyarakat berpikir bahwa dukungan belajar di rumah dengan penggunaan teknologi perlu mendapatkan pantauan serius dari institusi pendidikan untuk memastikan setiap anak dari pelbagai kelompok ekonomi mendapatkan akses belajar, tidak juga harus demikian. 

Andai faktanya tidak seperti apa yang diharapkan, pun tidak perlu bicara pantauan serius, karena yang lebih serius dan lebih penting adalah bagaimana masyarakat terhindar dari penyebaran dan penularan virus. 

Terlebih, harus sangat disadari bahwa tingkat "ketimpangan berbagai" di Indonesia masih sangat tinggi, baik pada masyarakat di perkotaan ataupun di pedesaan. 

Ketimpangan itu di antaranya dalam hal tingkat ekonomi yang tentunya akan mempengaruhi anak dalam mengakses fasilitas teknologi saat belajar di rumah dan karyawan yang juga akan mengakses pekerjaan di rumah. 

Mungkin sebagai acuan, referensi agar pemikiran pemerintah dan masyarakat terbuka menyoal situasi belajar, Dana Goldstein, seorang penulis buku yang berjudul The Teacher Wars, memaparkan sebagian besar rumah tangga di Amerika memiliki internet, tetapi jurang ketimpangan berdasarkan pendapatan, ras dan tingkat pendidikan orang tua tetap berpengaruh signifikan pada kemampuan orangtua dalam mendampingi anak-anaknya belajar di rumah dengan fasilitas teknologi. 

Dalam buku juga diulas bahwa keluarga berpenghasilan rendah lebih cenderung bergantung pada telepon pintar atau smart phone untuk mengakses internet, sehingga anak-anak dalam rumah tangga tersebut tidak dapat menggunakan perangkat lunak pembelajaran yang lebih canggih yang membutuhkan tablet atau komputer. 

Nah, dengan bermodalkan smart phone yang terbatas, tidak mustahil bagi anak yang memiliki saudara kandung harus menyelesaikan tugas sekolah mereka dengan satu ponsel. Ketimpangan akses teknologi digital dapat mengakibatkan ketertinggalan dalam proses belajar bagi anak dan jika situasi darurat ini tidak dapat diatasi segera, maka dalam jangka panjang akan berdampak pada pencapaian Pendidikan anak. 

Apakah dampak pendidikan karena adanya ketimpangan ini telah dipikirkan pemerintah kita? Yakin hal ini terjadi di Indonesia, karenanya, seperti ekonomi yang ambruk dapat dibangun lagi, maka belajar yang tertinggal karena adanya virus dan ketimpangan ekonomi dan sosial di Indonesia, juga akan dapat dikejar lagi. 

Jadi, seharusnya yang terjadi di Indonesia secara seiring sejalan adalah, nomor satu bagaimana menyelematakan nyawa setiap warga negara dari ancaman virus corona. 

Lalu, atas kesadaran berbagai ketimpangan yang ada, pemerintah juga menggaransi seluruh lapisan masyarakat tetap dapat makan, sehat, dan tidak terganggu ibadahnya. Kemudian untuk urusan "duniawi" sama-sama dipikirkan bahwa nanti setelah wabah virus usai, yakin semuanya akan dapat dimulai lagi, dikejar lagi, dibangun lagi, bangkit lagi. 

Wahai seluruh rakyat bangsa ini, sadarkah bahwa sejak kehadiran virus corona di Indonesia, sebenarnya golongan masyarakat mana yang lebih dahulu membawa wabah ini dan menularkannya ke masyarakat? 

Bila diidentifikasi sangat jelas, golongan itu adalah golongan masyarakat yang telah bepergian/berkunjung/bekerja/ dari luar negeri. Jadi, golongan masyarakat kelas apa? 

Adakah golongan masyarakat yang usahanya di sektor informal di Indonesia dan bekerja hari ini untuk makan hari ini menjadi penyebab penularan virus corona? 

Tapi, kini nampak jelas, masyarakat yang berusaha di sektor informalah yang paling menderita, meski di seluruh dunia yang terkena virus corona juga mengalaminya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun