Siapa bilang Indonesia negara miskin. Indonesia negara kaya dengan bukti hutan, gunung, sawah, lautan, dan simpanan kekayaan alam di dalamnya yang melimpah. Tetapi untuk siapa kekayaan alam itu?Â
Siapa yang memanfaatkan. Siapa yang kaya dan terlihat kaya? Mengapa rakyat tetap belum sejahtera dan miskin?Â
Tentu tidak lain dan tidak bukan, bila digeneralisasi akan sama seperti pernyataan Ketua MPR kita, bahwa partai politik dan pemerintahan pun dikuasai oleh cukong. Tiga serangkai inilah yang mengatur  dan mengeksploitasi sendi kekayaan alam yang melimpah dan uang rakyat yang hanya dijadikan bancakan mereka.Â
Maka, kekayaan negeri kita, juga dikuasai sebanyak-banyaknya oleh para cukong itu. Digunakan sebebas-bebasnya untuk kepentingan mereka, untuk kepentingan intik dan politik mereka, dan kepentingan berbagi kursi jabatan serta kekayaan mereka, bukan untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat.Â
Mereka semua yang memainkan peranan dan hanya mengambil keuntungan demi melanggengkan trah dan kejayaan kerajaan mereka hingga anak cucu.Â
Maka pantas saja hingga Januari 2020, utang pemerintah Indonsia sudah menembus Rp 4.817,5 Triliun seperti yang disarikan oleh Liputan6.com, bahwa Kementerian Keuangan (Keuangan) mencatat total utang pemerintah pusat hingga Januari 2020 sebesar Rp 4.817,5 triliun.Â
Utang ini lebih tinggi dibandingkan dengan posisi utang pada Januari 2019 yang mencapai Rp 4.498,6 triliun. Untuk apa utang itu, dan uang siapa yang juga nantinya buat membayar utang, tentunya hanya pemerintah dan para cukong yang tahu.Â
Namun, yang pasti, rakyat Indonesia lah yang dari zaman ke zaman diperas jerih payahnya oleh siapapun generasi pemimpin yang lahir dari tangan bernama cukong untuk menjadi tumbal pembayar hutang negara.Â
Atas kondisi ini, siapa yang tetap mau hidup bergelimang harta dan tetap berlabel orang kaya, meski uang yang mereka dapat hasil dari mengakali rakyat?Â
Inilah kisah bangsa borjuis (kelas masyarakat dari golongan menengah ke atas) Indonesia yang terus membombardir dari segala penjuru demi kepentingannya sendiri dengan korban rakyat jelata.Â
Mirisnya, teladan negatif mereka, bergaya borju dan orang kaya dari hasil upaya membodohi rakyat, malah ditiru mentah-mentah oleh rakyat biasa Indonesia, yang juga ingin terlihat mampu, mapan, dan dianggap kaya, meski miskin. Terlebih di zaman teknologi informasi yang semakin maju, hadirnya media massa dan media sosial terus mendikte rakyat miskin untuk turut serta bergaya borju dan nampak kaya.Â