Namun, klub seperti demikian dapat dihitung. Bila tahun sebelumnya Asosiasi Provinsi Bali, sampai memagari pemain-pemain usia muda Bali tidak dicomoti gratisan oleh klub-klub liga 1, maka untuk tahun ini, saya yakin akan ada daerah yang mengikuti cara Bali.Â
Cara-cara tak etis klub Liga 1 yang didukung oleh regulasi pemain cara PSSI untuk EPA, benar-benar menciderai SSB, Â ASB dan DSB.Â
"Mereka" sama saja tak pernah menganggap adanya keberadaan SSB, ASB, dan DSB yang telah bekerja keras membanting tulang.Â
Sudah begitu, dari pengalaman tahun sebelumnya, pemain-pemain yang terpilih baik melalui seleksi terbuka maupun melalui pendekatan klub liga 1 langsung ke para orang tua pemain, serta ada juga yang melalui "agen pemain" terselubung, lantas pemain dengan enteng dan tanpa ada rasa malu, meminta surat keluar dari SSB, ASB atau DSB, karena itu persyaratan mutlak dari PSSI untuk menjadi pemain EPA pada sebuah klub Liga 1.Â
Tidak ada surat perjanjian atau kontrak pemain antar SSB, ASB, atau DSB dengan klub. Klub hanya melakukan kontrak sepihak dengan oemain dan orangtua. Enak sekali.
Tetapi, begitu musim kompetisi EPA berakhir, para pemain yang tak dilanjutkan kontraknya, dilepas begitu saja seperti melepas "anak ayam".Â
Padahal kini banyak SSB, ASB dan DSB yang sedang terlibat dalam kompetisi usia muda yang dihelat pihak swasta, khususnya di Jabodetabek.Â
Sungguh persoalan besar untuk persepak bolaan nasional. Cara mencari pemain model klub Liga 1, hanyalah cara-cara mau enak sendiri. Tidak menghargai SSB, ASB, dan DSB.Â
Seharusnya, atas kedudukan SSB, ASB, dan DSB yang sudah jelas diranah organisasi PSSI, karena SSB, ASB, dan DSB juga menjadi anggota resmi Askot/Askab di setiap daerah, maka bila klub liga 1 membutuhkan pemain, harus dengan cara legal.Â
Tidak asal comot pemain, tidak melakukan seleksi terbuka bahkan dengan memungut biaya, lalu pemain yang dipilih dengan enaknya disuruh meminta surat keluar dari SSB, ASB, atau DSB, namun klub-klub bersangkutan wajib ada komunikasi secara lisan maupun secara organisasi kepada SSB, ASB, atau DSB asal pemain dibina.Â
Sepengetahuan saya, kini di Indonesia, setiap anak yang sudah masuk SSB, ASB, atau DSB, bersama orangtuanya memiliki "mimpi" menjadi pemain timnas Indonesia.Â