Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Niat berbagi

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Dibilang Diskriminasi, Kasus Jasmine, Momentum Perubahan Pola Pendidikan Formal Atlet Indonesia

7 Januari 2020   16:58 Diperbarui: 7 Januari 2020   16:56 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kasus Jasmine, harus menjadi kesadaran bagi seluruh stakeholder pendidikan dan olah raga di Indonesia. 

Selama ini, banyak sekali atlet olah raga berprestasi di berbagai cabang, lalu membela tim daerah hingga sampai ke timnas, mengalami kendala pendidikan formal yang sama. 

Bahkan atlet yang sampai masuk ke pemusatan latihan semacam Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar Daerah (PPLPD), Pusat Pendidikan Latihan Pelajar (PPLP), dan Pusat Pendidikan dan Latihan Mahasiswa (PPLM), juga dapat dipertanyakan bagaimana "kesungguhan" belajar formalnya. 

Apakah benar, nilai rapor dan ijazah yang diraihnya benar karena kemampuan hasil Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) "asli" atletnya? 

Tidak ada rekayasa nilai tugas, nilai ulangan, dan nilai ujian semeter demi formalitas naik kelas dan lulus sekolah dari pihak guru dan sekolah? 

Altet yang tertampung di PPLPD, PPLP, dan PPLM, meski akhirnya diberikan nilai-nilai sesuai proses KBM, dan mendapat predikat naik kelas dan lulus sekolah, masih masuk akal, meski nilai yang diberikannya, bukan didapat oleh atlet secara "normal". 

Namun, dari segi kehadiran/tatap muka, atlet bersangkutan justru tidak pernah izin atau dianggap bolos dari pelajaran, karena faktanya, atlet tinggal di mes PPLPD/PPLP/PPLM yang juga berada satu lingkungan dengan sekolah dan program pembelajaran atlet sudah satu paket "ala" PPLPD/PPLP/PPLM. 

Sementara altet-atlet berbakat di berbagai cabang olah raga yang tercatat sebagai atlet sebuah klub/atlet daerah hingga atlet nasional yang menempuh pendidikan di sekolah dan universitas formal, maka akan sangat terkendala dengan kehadiran tatap muka di sekolah. 

Program klub/daerah/timnas, tentu tak akan sejalan dengan program kalender pendidikan di sekolah. Masalah atlet mendapatkan nilai tugas/ulangan/ujian, polanya tidak akan sama dengan atlet di PPLPD/PPLP/PPLM, karena atlet tidak tinggal di lingkungan sekolah, dan kehadiran atlet/siswa juga menjadi prasyarat untuk nilai rapor dan penentuan kenaikan kelas atau lulus ujian. 

Namun, atlet yang ada di PPLPD/PPLP/PPLM/Sekolah Formal, baik yang sudah menjadi alumni atau yang kini masih menjalani masa pendidikan, boleh ditanya, kira-kira apakah mereka merasa yakin tuntas dalam KBM dan nilai yang diberikan mencerminkan hasil dari kemampuan riil-nya? 

Atau mereka semua mendapatkan nilai, naik kelas, dan lulus sekolah sekadar formalitas? Inilah benang kusut persoalan pendidikan atlet kita. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun