Sejak kembali menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia periode 2019-2024 dan membentuk Kabinet Indonesia Maju, Joko Widodo (Jokowi) sudah berkali-kali "marah".Â
Mulai dari marah soal listrik mati, cangkul impor, investor, pengadaan barang, desa fiktif, presiden 3 periode dll, seolah menjadi orkestra yang pertunjukkannya mustahil dapat dicegah oleh siapapun, sebab kondisi yang ada tidak sesuai dengan keinginannya (baca: tujuan).Â
Namun, saat Jokowi memutuskan pindah ibu kota, menaikkan tarif iuran "bla-bla", mengesahakan Perppu KPK, membikin stafsus presiden, wakil presiden, menteri, dan bagi-bagi jabatan gratis bagi kolega, dll, juga tak ada yang dapat mencegah "rakyat" yang kecewa luar biasa, akhirnya juga "marah".Â
Antara kemarahan presiden dan rakyat, sejatinya dilatarbelakangi oleh fakta yang memang menjadikan keduanya memiliki alasan kuat dan logis untuk "marah".Â
Pertanyaanya, mengapa Jokowi dan rakyat, sama-sama memiliki sikap marah? Marah Jokowi sangat viral di berbagai media massa hingga tersorot kamera.Â
Begitu pun marah rakyat, hingga sampai demonstrasi dan terus mengkritisi Jokowi dan pemerintahan-nya.Â
Sesuai KBBI, marah diartikan sebagai sangat tidak senang (karena dihina, diperlakukan tidak sepantasnya, dan sebagainya) atau berang atau gusar.Â
Sesuai makna marah tersebut, apakah Jokowi sebagai presiden, kini sering memperlihatkan tabiat marah-marah, sebagai sikap yang "pas?"Â
Sementara berbagai keputusan dan kebijakan Jokowi juga membikin rakyat tidak senang, berang, dan gusar.Â
Sepanjang tahun 2019, ternyata persoalan marah Jokowi karena keadaan di pemerintahan yang dipimpinnya membikin marah, dan rakyat marah karena kebijakan Jokowi yang dianggap tidak pro rakyat, menjadi drama terbesar di Republik tercinta ini.Â
Namun demikian, menyangkut persoalan marah ini, memang ada beberapa pembenaran mengapa Jokowi sering marah dan rakyat juga dibuat marah.Â