Sebagai contoh, orang yang cerdas, bila memahami fisiknya sudah tak kuat, tentu ada strategi, intrik, dan taktik. Orang cerdas bila memahami lawan sangat kuat disegala aspek, maka akan masuk lewat berbagai cara provokasi yang membikin pemain lawan emosi, hingga mengulur waktu untuk mempertahankan kemenangan. Orang cerdas bisa memainkan sandiwara, tidak polos.
Orang cerdas akan bermain sesuai harapan karena sudah melakukan serangkaian pemusatan latihan, hingga nampak hasilnya.Â
Orang cerdas, akan tahu dan cepat ambil keputusan dalam sepersekian detik menguasai bola, dan bola akan dieksekusi ke mana.Â
Orang cerdas akan menyadari kelemahan dan tidak mengkambing hitamkan melempar kesalahan dan kegagalan kepada pihak lain. ora g cerdas dapat mengendalikan emosi. Bisa menahan marah, atau bersadiwara emosi.
Inilah hal-hal yang sekurangnya selama ini saya rekam di warung kopi, di tempat tongkrongan, dan lain sebagainya dari publik sepak bola nasional saat mengomentari, mengulas, membahas sepak terjang pemain nasional saat sebelum, sedang, dan sesudah laga.Â
Lalu, bagaimana membina dan melatih intelegensi pemain sepak bola kita? Bagaimana pendidikan formal pemain sepak bola kita?Â
Mungkin sangat signifikan hubungannya, sebab aspek intelegensi terus menjadi kendala timnas.Â
Sepak bola dari zaman dulu hingga kini, modal utama pelakunya adalah intelegensi. Siapa cerdas, maka dia dapat!Â