Sepengetahuanku, tak banyak yang kuketahui tentang Prabowo, bahkan nyaris tak mengenalnya sedikitpun. Walau demikian kutulis soal ini hanya karena kuingin orang lain turut mengetahui apa yang terlintas di pikiranku saat begitu banyak perbedaan muncul. Terasa juga bahwa saya menambah satu lagi perbedaan itu.
Prabowo lahir dan besar sebagai tunas harapan bangsa, menjadi seorang pembesar Pasukan Khusus Indonesia begitu kita sering mendengarnya. Ia menjadi seorang terbaik di kesatuan yang disegani dunia. Menjadi seorang yang seperti itu tentu dapat dikatakan bahwa negara menjamin kita bahwa ia telah lolos dalam saringan berat apatah lagi ia telah menduduki pangkat dan jabatan yang begitu terhormat.
Di dalam jiwa kesatria seperti dimiliki oleh seluruh anggota Tentara Indonesia, ia telah dibentuk, dididik sebagai insan yang menyerahkan seluruh jiwa dan raganya untuk Indonesia, bangsa dan negaranya. Bahkan yang saya ketahui seorang anggota tentara itu dapat di Cap sebagai penghianat bangsa demi menjalankan misinya melindungi, membela dan berjuang untuk negara karena kontraknya sebagai tentara bukan untuk kelak mendapatkan penghargaan negaranya tetapi ia telah menyerahkan segala-galanya ke hadapan Tuhannya. Itulah sebabnya seorang tentara akan patut dihargai oleh rakyat dan bangsanya karena keikhlasannya dalam perjuangan membela dan melindungi.
Doktrin ketentaraan sangat asing dan tidak termasuk dalam perkiraan kebanyakan warga sipil yang tak pernah mengenyam pendidikan kemiliteran; dimana seluruh rakyat dan seluas negeri ini senantiasa berada dalam alam pikirannya untuk dilindungi dan dipertahankan. Munculnya berbagai istilah “Setia Hingga Akhir” adalah satu dari simbol semangat dan jiwa yang telah terpatri di dalam dada anak bangsa itu.
Praktek kehidupan seorang prajurit juga nyaris tak diketahui banyak oleh mereka yang sipil. Kehidupan prajuritpun tidak layak menjadi cerita yang menarik untuk dipublikasi, karena kehidupan mereka adalah kehidupan yang telah dipersiapkan untuk sebuah pengabdian untuk rakyat dan negara. Padahal kita akan menjadi terkagum-kagum, bangga dan tak menyangka bahwa dibalik baju hijau yang mereka kenakan itu sejuta cerita kesetiaan, keikhlasan, pengabdian, kejantanan, keperwiraan, kebersamaan, kepahlawanan dapat kita ketahui hanya jika kita pernah berada didalam satu kehidupan serupa, yaitu menjadi seorang prajurit seperti mereka.
Oleh karena itu, tak dapat saya mengerti dan ingin saya mengatakan disini, bahwa apa yang dialami seorang “Prabowo” dalam kariernya adalah hal yang tak patut dibeberkan kepada publik bahwa ia adalah seorang yang telah diberhentikan atau apapun dari kesatuannya dan tindakannya di masa lalu adalah sebuah kesalahan yang fatal seperti kini banyak diberitakan.
Yang pantas adalah tidak membeberkan apa yang dialami seorang prajurit sepangkat apapun untuk menjadikan berita itu sebagai konsumsi publik atau politik.
Bagi seorang “Prabowo : baca prajurit TNI”, hanya kepada Tuhanlah segalanya kembali, untuk itu ia menjalankan tugasnya yang mulia membela, mempertahankan negara dan rakyat Indonesia.
Jika saya dapat mengoreksi, disinilah perbedaan yang harus ada antara peradilan Sipil dan Militer, sebab seorang divonis bersalah dalam kemiliteran mungkin bisa mengandung hakekat yang berbeda dengan peradilan sipil. Begitu pendapat saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H