Mohon tunggu...
SJ Arifin
SJ Arifin Mohon Tunggu... karyawan swasta -

pemahat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jalan Kebangkitan; Indonesia untuk Indonesia (Epilog)

12 Mei 2014   16:46 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:36 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak ada negeri sekompleks Indonesia. Dengan bentangan wilayah sejauh mata memandang, 1.919.440km2, yang sebagian besar adalah lautan, dengan jumlah pulau sebanyak 13.466 (data terbaru dari Badan Informasi Geospasial, 2013),  1.128 suku bangsa (BPS, 2010), dan 746 bahasa daerah (pusat Bahasa Depdiknas, 2011). Bandingkan dengan raksasa Tiongkok yang hanya memiliki 56 etnis dan 70 bahasa, dan India dengan 161 kelompok etnis dan 57 bahasa. Keragaman Indonesia tak ada duanya.

Beberapa peristiwa selepas runtuhnya Orde Baru 1998, seperti lepasnya Timor-timur, bangkitnya GAM, konflik-konflik berbau sara di Ambon, Poso, dan Sampit, sempat membuat sejumlah tokoh demikian khawatir akan kemungkinan terjadinya balkanisasi Indonesia. Betapa tidak, Indonesia tiba-tiba menjadi selembar kain gombalyang tercabik-cabik dan cemang-cemong. Waktu kemudian membuktikan kekhawatiran tersebut tidak terbukti. Indonesia tetap tegak berdiri hingga saat ini.

Para pemikir internasional mungkin juga kebingungan, apa formula yang membentuk kekuatan Indonesia sehingga mampu bertahan walau (selalu) di tepi jurang. Dengan semua permasalahannya: penyalahgunaan kekuasaan, korupsi, kolusi, nepotisme, kekacauan sistemnya, potensi konflik sosialnya, ketidaktertiban dan ketidakdisiplinan semua elemen masyarakatnya, di atas kertas seharusnya negeri ini sudah roboh berkali-kali.

Sebagian dari kita barangkali beranggapan bahwa daya tahan Indonesia adalah karena negeri ini diberkahi. Kekayaan alamnya yang luar biasa, tanaman pangan tumbuh lebat tanpa perlu sentuhan budidaya rumit, sumber daya perikanan yang melimpah tanpa harus dirawat. Hutan, plasma nutfah, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya. Keseluruhannya menyebabkan manusianya cukup santai dan longgar bahkan manja sembari menunggu kemurahan alam. Alam membentuk watak manusia.

Keberkahan kedua adalah faktor manusia Indonesia yang baik hati, ramah, rendah hati, sabar, tabah, gemar menolong, dan tidak banyak menuntut. Manusia Indonesia juga terkenal toleran, salah satunya adalah sangat toleran terhadap perlakuan apapun yang menimpa mereka. Toleran pada jenis kekuasaan apapun yang mendominasinya. Sesekali mereka dapat mengamuk (amok), namun akan berhenti sendiri tanpa diminta. Secara umum mereka cenderung taat kepada kepemimpinan, apapun bentuknya.

Alam dan manusia Indonesia adalah kombinasi yang menjadi idaman penguasa manapun. Terutama bagi penguasa yang gemar menyalahgunakan kekuasaan. Tidak mengherankan corak kekuasaan di Indonesia nyaris tidak pernah berubah, dari Hindia Belanda hingga Republik Indonesia. Dari Orde Lama hingga Orde (yang katanya) Reformasi. Apa yang membedakan birokrat Hindia Belanda yang santai minum teh di sore hari sembari menunggu setoran, dengan birokrat masa kini yang siang hari berkeliaran di mall setelah menuntut fee.

Kekuasaan di Indonesia selalu menjadi faktor determinan yang menentukan dinamika sosial ekonomi dan kebudayaan. Menjadi penguasa (atau teman penguasa) merupakan jalan utama tercepat agar bisa unggul di aspek kehidupan lain. Para pengusaha tidak akan maju usahanya jika jauh dari kekuasaan, bahkan—tren saat ini—pengusaha memaksa diri menjadi politisi. Para budayawan dan agamawan bisa hidup lebih lumrah jika berdekatan dengan kekuasaan.

Kemudian Bagaimana?

Berkah (jika kita sepakat menyebutnya), belum tentu sebuah takdir. Situasi tanpa pilihan hanya dirasakan oleh mereka yang menutup dirinya dari pilihan-pilihan. If you do not make a choice, The choice will make you!. Sejak manusia dilahirkan di dunia, ia harus memilih antara bertahan (pada keadaan yang ada) atau bangkit (membuat perubahan).

Dalam situasi yang cukup rumit, jalan kebangkitan tidak pernah mudah. Ia membutuhkan mental yang kuat dan semangat yang senantiasa terpelihara.

Menyimak beban dan tantangan sebagaimana disebut di atas. Jalan kebangkitan bagi Indonesia harus meliputi semuanya, seluruh elemen masyarakat, hingga para pemimpin. Sebab masyarakat Indonesia tidak akan pernah terlepas dari sosok pemimpinnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun