Mohon tunggu...
Sixtus Tanje
Sixtus Tanje Mohon Tunggu... -

Guru di Sekolah Kristoforus,Lulusan Magister Psikologi di UPI- YAI, Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sumpah Pemuda

29 Oktober 2012   02:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:16 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Kemarin,saya kembali teringat akan perjuangan kaum muda bangsa ini pada 28 Oktober tahun 1928 dalam usaha mengembalikan jati diri bangsa yang "dibelenggu" bangsa asing. Mereka dengan penuh semangat kebangsaan dari segala lapisan, suku, bahasa dan agama berkumpul untuk sebuah tekad. Mereka membangkitkan suatu konsep jati diri bangsa Indonesia yang berbangsa satu, berbahasa satu, dan bertumpah darah satu, hanya Indonesia. Bercermin dari perjuangan merekab kita kemudian tahu bahwa bangsa Indonesia terkenal memiliki jati diri yang menjunjung tinggi toleransi, tepa selira, gotong royong, musyawarah untuk mufakat, dan menghargai perbedaan dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika. Jati diri bangsa Indonesia yang santun dan sopan adalah cerminan adat ketimuran yang kini tidak lagi dihayati dan dijunjung tinggi.
Di tengah arus global saat ini, jati diri bangsa Indonesia seakan lenyap terbawa derasnya arus globalisasi. Jati diri kita mulai
tergeser dan digantikan oleh jati diri bangsa lain dengan alasan mengikuti perkembangan zaman. Kita, akhirnya seolah tidak percaya dengan diri sendiri, jika tak mengenakan pakaian mini, bikini, dan segala bentuk kostum yang memamerkan aurat tubuh. Seolah dinilai tidak gaul jika tak mengkonsumsi narkoba, miras dan segala bentuk obat-obatan terlarang, hanya untuk sebuah pengakuan akan jati diri. Para pemuda kita jadi doyan memakai pakaian bermode ‘you can see’ sehingga muncul ucapan you can see my ketek, my pusar, my belahan buah dada, hingga you can see my paha.
Tapi jangan melulu melihat bahwa hanya generasi muda saja yang mulai kehilangan jati dirinya. Para orang tua, pejabat-pejabat dan para pemimpin pun, menunjukkan perilaku yang tidak mencerminkan memiliki jati diri. Sebut saja kasus-kasus mementingkan diri sendiri lewat korupsi, kasus kekerasan, dan berbagai kasus teror yang terus menakutkan. Sangat menyedihkan. Dimana watak warga bangsa yang sopan dan penuh tenggang rasa itu kini, bangsa yang menyelesaikan permasalahan dengan cara damai, musyawarah dan mufakat?
Saya pikir, saatnya para pemuda berhenti bermimpi. Mulailah beraksi mengubah wajah bangsa ini. Tak ada waktu lagi untuk berdiam diri melihat bangsa ini semakin lama semakin berantakan. Mengembalikan jati diri Bangsa Indonesia sudah seharusnya dilakukan saat ini oleh segenap lapisan masyarakat, dari yang tua hingga yang muda. Pemerintah hingga rakyat biasa. Dan Para pemuda harus tetap menjadi pelopornya. Selamat hari Sumpah Pemuda!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun