Sulit dilukiskan dengan kata. Cukup berucap: fantastis! Aksinya bikin bulu kuduk merinding.
Greysia Polii membuang raketnya. Dia menjatuhkan diri ke lantai. Apriyani Rahayu berteriak sambil meninju langit. Lalu menekuk kedua kakinya ke bumi. Kedua tangannya mengepal. Lalu menengadah berdoa. Berucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Ganda putri Indonesia itu meluapkan emosi. Saya dapat merasakan getaran hatinya. Bercampur aduk. Antara bahagia dan lelah.
Aksi heroik mereka menggetarkan jiwa. Menghancurkan keangkuhan karang. Ekspresinya bikin merinding. Siapapun yang menontonnya di layar kaca. Apalagi langsung di  medan laga.
Apriyani tak henti berteriak. Sambil mengepal tangan ketika mendapat poin. Dia melakukan itu untuk melepas ketegangan. Bisa juga mempengaruhi mental lawan.
Apriyani bak sebuah mesin diesel. Makin panas, makin menjadi. Dia tampil penuh gairah. Power full. Semangat Merah Putih menggumpal di dada.
Sebaliknya, Greysia, seniornya yang berusia 33 tahun tampak dingin. Tak pekikan sedikit pun suara. Dia sejatinya lokomotif permainan. Pengalamannya membuktikan kematangannya di lapangan. Dingin tapi mematikan.
Saya pernah menjadi saksi aksi heroik para atlet nasional. Di multi event. Baik di dalam maupun luar negeri. Status wartawan terkadang berubah jadi suporter. Hanyut terbawa semangat perjuangan mereka. Tak kenal lelah dan pantang menyerah.
Bangga menjadi saksi perjuangan mereka. Apalagi terdengar lagu kebangsaan Indonesia Raya. Merah Putih berkibar di tiang tertinggi. Air mata tak terasa tumpah. Terbawa emosi.
Perjalanan Greysia/Apriyani memang belum sampai di puncak. Tapi tengah menuju ke sana. Mereka menjadi ganda putri pertama yang menembus semifinal Olimpiade. Sepanjang sejarah keikutsertaan cabang bukutangkis sejak 1992 di Barcelona.