Pertandingan Inggris v Prancis chaos. Entah apa penyebabnya. Entah siapa yang memulai. Suporter kedua kubu, saling serang di tribun.
Saya tidak ada di dalam Estadio da Luz, Lisbon. Saya menyisir di area stadion. Mencari sisi lain dari pertadingan Euro 2004 di Portugal. Berita ringan yang menarik. Human interest!
Saya melihat steward atau petugas keamanan di pintu selatan stadion bergegas ke pinggir lapangan. Mereka merapatkan barisan. Saya pun ikut menerobos. Merangsek ke dalam.
Bermodal kamera saya ceprat cepret mengabadikan momen. Keributan kecil antarsuporter berhasil dikendalikan petugas.
Kadung masuk lapangan pertandingan, saya tak ingin keluar. Tapi, ID Card saya jurnalis. Tempatnya sudah disediakan di tribun khusus wartawan. Tidak boleh ke area lapangan.
Kecuali ID fotografer. Itu pun harus pakai rompi yang disediakan panitia. Tidak sembarang. Rompi baru bisa diambil beberapa jam sebelum kick-off dengan menunjukan ID Card dan paspor.
Akal-akalan jadi pilihan. Kadung di pinggir lapangan, pantang keluar. Pertandingan Inggris v Prancis tersisa 10 menit. Saya masih bisa melihat gol kedua Zinedine Zidane di menit akhir. Skor berakhir 2-1 untuk Prancis. Padahal Inggris sempat memimpin di menit 38 lewat Frank Lampard.
Tapi itu tidak terlalu penting. Karena tugas utama saya membuat tulisan bukan foto. Saya bisa merekam apa yang terjadi di lapangan. Pun sisi lain dari sebuah pertandingan. Bukan hasil akhir, menang, kalah atau imbang.
Sesuatu yang human- yang tidak didapat kantor di Jakarta- itulah yang saya kejar. Setidaknya kericuhan kecil di tribun penonton itu bisa saya kupas tuntas. Sayangnya, saya tak punya jejak digital. Ketika itu bekerja untuk media cetak. Media online masih 'tabu' di Indonesia. Tidak seperti kacang goreng yang sekarang berkembang pesat.
Begitu peluit panjang dibunyikan, saya mencoba mencegat pemain saat memasuki lorong ke ruang ganti. Minimal bisa mengambil closed up pemain. Target saya Zidane, sang idola.