Sontak, Tri bangkit. Mohon ampun kepada Tuhan. Juga ke semua orang yang sempat dimaki dalam hati. Tri sadar dan akhirnya kembali ke lapangan basket.
"Jika negara memanggil, tinggalkan seua dan hadir serta bela bangsamu. Tanpa alasan. Panggilan negara adalah suara Tuhan yang wajib kita jalankan," ungkap Tri.
Belakangan, saya mendapat kabar Tri kembali dihantam badai. Dia tengah berjuang melawan diabetes. Saya mencari tahu kebenaran berita itu.
"Iya benar," jawab coach timnas basket Fictor Roring membalas pesan whatsapp saya.
Erly Bahtiar memperkuat info tersebut di grup Siwo PWI Pusat. "Ya, infonya bergulir cepat sekali. Jadi kita merespon dengan ide-ide liar," kata Erly yang melakukan penggalangan dana untuk pengobatan mantan pebasket nasional Tri Adnyana Adiloka lewat Jusraga (jurnalis peduli dan suka olahraga).
Alhamdulillah, ketika saya kontak Tri, sudah kembali ke rumah. Dia sempat menginap dua minggu di rumah sakit. Progres luka operasinya cukup baik. Tinggal perawatan rutin. Kontrol gula darah. Semoga bisa kembali normal.
"Ini bagian dari ujian yang harus ita lewati dan nikmati," tutur Tri.
Benar. Sebagai insan olahraga harus siap hadapi risiko. Tri lama diserang diabetes. Persisnya 4 tahun setelah pensiun pada 2004. Belakangan ada luka dan kena infeksi di kaki. Tindakannya: operasi! Untungnya tidak kena jaringan yang membuat risiko amputasi.
Tri tidak menuntut negara memberi bantuan. Dia sadar negara juga diterjang badai krisis. Perang melawan pandemi virus corona.
"Saat jadi pemain nasional dan pelatih, saya sudah mendapat uang saku dan fasilitasnya. Saat dipanggil membela negara. Setelah selasai ya kita kembali ke masyarakat," tuturnya.
Tri tampak tegar. Hatinya tangguh. Setangguh powernya di bawah ring basket. Dia bukan atlet cengeng.