Srikandi terdiam. Tiba-tiba rasa muak menjalari seluruh syaraf tubuhnya. Anak panah sudah sedari tadi terpasang di busurnya mengarah pada Bhisma yang terluka. Dua bola mata Bhisma menatapnya penuh harap. Menghendaki agar jemari lentik Srikandi melepaskan tali busur segera. Bhisma ingin cepat-cepat melunasi hutang nyawanya kepada Amba, seorang Dewi yang mencintainya, yang tanpa sengaja terhunus panah Bhisma.
Srikandi menatap mata Bhisma sekali lagi. Tiga detik. Lalu ia membuang muka. Dadanya bergetar. Jantungnya bertalu kencang.
Tiba-tiba ia arahkan gendewanya ke langit. Ke Barat Daya.
Dan,Â
"Wooooooosssshhhhh......!!"
Anak panahnya melesat cepat ke udara kosong.
Srikandi berbalik.
Meninggalkan Bhisma yang berharap takdirnya akan mati di tangan Srikandi.Â
Geraham wanita anggun itu gemeletak. Berlari menjauh ia semampu kakinya membawa. Menuju kudanya yang gagah.Â
Tak lama, kuda itu berderap menyisakan kepulan debu di padang Kurusetra.
Srikandi mendesis,
"Aku tak sudi menjadi titisanmu, Amba"
: Bhisma menangis.