Ibumu, Ibumu, Ibumu. Lalu, Ayah-mu.
Mendengar kata atau melihat laut, atau samudera, atau pantai, yang tertambat di hati adalah Ibu. Debur ombak lautan mengingatkan pada degub jantung Ibu, saat kita di dalam dekapannya. Mengambil sari pati alam semesta jasadi Ibu, maupun kelembutan-kelembutan kecil berukuran super nano nano nano mikro jagad raya dan seluruh bintang gemintang. Pun, saat kita masih berbalut cairan ketuban.
Ibu kita adalah penyambung energi semesta terdekat dengan kita bahkan sejak dini kala. Ada plasenta, dan ada sambung rasa. Begitu uniknya hubungan kita dengan manusia lain yang "menggendong kita kemana-mana selama kurang lebih sembilan bulan".
Di semesta raya ini, kita juga mengenal Ibu Bumi. Mother earth. Ibu Pertiwi. Dia lah rahim kita. Rahim, bersifat penyayang.
Kasih Ibu kepada beta.
Tak tertingga sepanjang masa.
Hanya memberi tak harap kembali.
Bagai Sang Surya menyinari dunia.
Samudera Raya. Seluas hati Ibu.
Terima kasih, Ibu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H