Dejavu adalah sebuah momentum yang indah, sekaligus misterius. Timbulkan resah, gundah, namun sekalugus menawan pukau. Kehadirannya sesaat. Detik-detik yang berlalu saat Dejavu, membekukan waktu, tanpa kita bisa jelaskan apa tadi yang tengah terjadi, dalam kata-kata.
Begitulah Dejavu. Orang bilang, Dejavu adalah penggalan kehidupan kita sebelum kelahiran yang sekarang. Orang bilang, Dejavu adalah persinggungan dua frekuensi dari semesta yang berbeda.
Januari ini, Dejavu hadir dalam karya wastra. Tenun yang dipintal dengan benang-benang cinta, penuh kasih dan doa. Buatan Ngawi, diwarnai dengan campuran kemiri, dilukisi dengan renjana-renjana rasa.
Hitam dan putih.
Yin dan Yang.
Cahaya dan bayangan.
Terang dan kegelapan.
Siang dan Malam.
Begitulah sesungguhnya kehidupan.
Begitulah Oerip.
Hitam dan putih menghadirkan masa lalu dan keseimbangan, yang utuh.
Seolah dua, namun sebenarnya tunggal yang ada.
Tidak lagi terpisah.
Tidak lagi terbelah.
Satu.
Satu rasa, satu jiwa.
Untuk karya Dian Oerip bertajuk: Dejavu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H