Pada senyuman itu ia relakan waktu membelenggu meski suara pencakar langit bertalu-talu membujuknya lebih lama tinggal.
Pada senyuman itu jelajah angkasa ia tempuh untuk sua-sua bertabur embun meski awalnya tapak jalan dan landasan bertabur tanya.
Maka satu-satunya jalan baginya untuk menjadi paham adalah membaca. Sehingga siang dan malam menjadi buku yang terbuka.
Langit ia baca, menemu pelangi dan mendung tebal.
Laut ia baca, menemu ganggang dan karang tajam.
Sungai ia baca, menemu akar Beringin dan arus campuhan.
Telaga ia baca, menemu perahu koyak dan teratai.
Dam ia baca, menemu angin, hujan, dan matahari tenggelam.
Bukit ia baca, menemu lumut dan gua.
Hutan ia baca, menemu daun Ketapang
Kota ia baca, menemu Kemboja Kelopak 6.
Desa ia baca, menemu senyuman.
Pada senyuman ia baca, menemu jendela seluas cakrawala.
Pada akhirnya bunga-bunga Kemuning, Ceguk Wundani dan Kaca Piring mengiringi senyuman mereka membentuk derajat lengkung yang sempurna setara lengkung bulan sabit sehari sebelum bulan mati di Januari.
16 Januari 2020
Campuhan: percampuran, pertemuan (bertemunya arus dua sungai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H