"Bahagia itu tidak nunggu nanti."
Dulu aku bingung dengan kata-katamu itu, Kangmas. Ternyata kuncinya ada di kepala. Sebagian besar. Sebagian besar yang lain, ada di hati.
"Bahagia itu, ya, sekarang. Saat ini.
Hanya soal engkau mengatur tombol yang ada pada dirimu sendiri ketika ber-reaksi dan memberikan respon. Terhadap kejadian-kejadian."
Begitu tambahmu lagi.
"Bahagia itu, orbitnya bukan di gugus bintang yang jaraknya ribuan tahun cahaya. Ia ada di pusat galaksi  terdekat dengan dirimu sendiri, Dhiajeng."
Lagian, bahagia itu sebenernya adalah sebuah senyawa yang terdiri dari unsur-unsur gelap dan terang, unsur-unsur yang berpasangan.
Sekali lagi: karena RASA tak pernah bohong.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H