"Nama saya Idong,"
demikian ucapmu dulu
saat kita berkenalan
kami bertujuh
di rumahmu
bermalam
tidur menghampar di tikar
di kampung tanpa listrik
dengar
keretap api di hawu
rumah panggung kayu
berdinding anyaman bambu
istrimu menyiapkan makanan
nasi putih ditanak dengan kukusan
padi huma dari pedaringan
imah leuit di tepian
: ikan asin
: pete
: kerupuk
: sambal dadakan
: lauk matang sengaja kami bawa dari Jakarta biar tidak terlalu merepotkan kalian
Hidangan sederhana
sebersahaja hidup yang kalian teguhi
: telekung putih
: jamang kurung putih atau hitam
: aros untuk tapihan
: kaki yang selalu telanjang
Gunung teu meunang dilebur
Lebak teu meunang diruksak
Pendek teu meunang disambung
Lojong teu meunang dipotong
dengar
botol kaca coklat berdenting
beradu lembut dengan cawan
minuman kau tuangkan untukku
porselen biru muda berlukisan
teman-temanku memilih somong
untuk wadah minuman
: air putih rebusan daun Karas
katamu, "Biar kuat tulang kaki kalian saat berjalan pulang"
Sabtu malam Minggu
aku menuju alun-alun
langit bersih tanpa awan
bulan bagai Ratu bermahkota ratna
gemintang bertaburan
pandangku tak lepas
bergeming dalam hening
O Antares
Si Jantung Kalajengking
cintaku untukmu
malam melesat menuju pagi
kurasa hati & jiwaku tak mau beranjak dari sini
Percetakan III, 19 Desember 2020
Keterangan:
hawu: tempat memasak tradisional dari tanah dengan sumber api kayu bakar
pedaringan: tempat mengimpan beras
kukusan: peralatan masak tradisional terbuat dari bambu untuk menanak nasi
imah leuit: rumah khusus untuk menyimpan hasil panen (padi), lumbung padi.
telekung: ikat kepala
jamang kurung: pakaian khas lelaki Baduy Dalam
aros: semacam kain yang disarungkan berfungsi sebagai celana bagi lelaki Baduy Dalam
tapihan: penutup tubuh bagian bawah
somong: gelas bambuÂ
Karuhun: leluhur