"Pak ... di atas ada apaaa yaaa ....?" Tanyaku sambil terpingkal-pingkal.
Andai saja kubisa lihat wajah Raden Mas Rangsang dan Lembayung di sana, aku akan cari 'remote control' dan memutar ulang adegan Lembayung saat kembali dari medan pertempuran di Batavia. Berulang-ulang adegan akan kuputar, saat Lembayung menerima panggilan 'Diajeng' dari Susuhunan Hanyokrokusumo.
Sayangnya nggak ada.
Hanya kosong polos tak ada apa-apa.
Hening.
Senyap.
Wening.
Aku menunggu.
Sejurus.
Dua jurus.
Tiga jurus.
Sebelas jurus.
Ah, langit-langit.
Kamu penuh dengan teka-teki.
Lalu aku seperti dibawa ke lorong waktu saat Bapak memutar kaset di 'tape recorder' zaman aku SMP/SMA dulu di sebuah rumah Jln dr Wahidin, Jepara. Terngianglah lagu ini ......
"Langit-langit kamar jadi penuh gambar
wajahmu yang bening, sejuk, segar.
Kapan lagi kita akan bertemu
meski hanya sekilas kau tersenyum?
Kapan lagi kita nyanyi bersama?
Tatapanmu membasuh luka"
Cerita Langit-Langit.
7 November 2018.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H