1892, kala itu Kartini berusia sekitar 13 tahun, dan memasuki masa pingitan. Kangmasnya, beberapa tahun lebih tua. Mereka mutiara-mutiara bangsa ini. Pemuda-pemuda yang jauh sebelum 1928 sudah memberi arti. Hidup Kartini singkat. Hanya 25 tahun saja. Namun segala hikmah, kebijaksanaan, dan kebeningan berpikirnya memberi teladan bahwa pemuda bangsa dengan fadhilahnya masing-masing berpeluang memberi karya terbaiknya untuk bangsa ini, di lingkungan terkecil, sekelilingnya.Â
***
"Ya'ahowu!"
Sapa seseorang di belakangku. Rupanya dia Ina Helena.Â
"Ya'ahowu!" Balasku.
"Sop ikan putih dan ikan bakar Kerapu Nanasnya sudah siap, Ga'agu ..."
"Sou Hagölö, Ina Helena," ujarku berterima kasih padanya.Â
Pemilik warung makan di tepi pantai Turelotu menyusulku yang sedang asik duduk di atas sebongkah karang yang ditumbuhi rumputan. Berjingkat, saya bangkit. Menjajari langkah Ina Helena dan Si Kecil Helena menuju ke warungnya.Â
Sop ikan! Ah. Selalu itu yang kucari bila sedang berada di kota-kota pantai. Ikan Putih sebutan Nias untuk ikan yang terhidang di hadapanku dalam mangkuk dengan kuah bening yang harum. Sebentuk kecil bumbu muncul berbentuk seperti bawang putih dengan ukuran lebih besar. Kata Ina Helena, bumbu itu bernama  Silimo, memberi rasa sedikit asam untuk masakan, sebagai penyegar. Ketika kutanya apa bahasa Indonesianya, ia menggeleng sambil tersenyum. Ikan yang sungguh masih segar. Tekstur dagingnya masih utuh tersisa hanya duri-duri tepi badan ikan saja sedangkan kuah beningnya habis tandas olehku. Nasib Kerapu Nanas tak jauh beda.Â
Warung ikan milik suami istri Ama dan Ina Helena memiliki penataan yang unik. Sebuah meja panjang dengan tatakan sajian dari kayu berbentuk perahu. Dan sesungguhnya itu beneran sebuah perahu yang sedang difungsikan sebagai meja makan. Nama warungnya "Warung Perahu Ama/Ina Helena". Terletak di tepi pantai Turelotu. Menurut cerita, dahulu, sebelum tsunami 2005, tepi pantai turelotu adalah di batas jalan aspal terdekat. Namun rupanya terjadi kenaikan daratan permukaan tanah sehingga batas pantai menjadi maju sekitar setengah kilometer ke arah laut.Â
Lalu saya berjanji pada diriku sendiri. Nanti setelah makan hidangan laut ikan-ikan segar, saya akan berperahu mengelilingi pantai Tureloto hingga batas yang bisa kujangkau. Alat snorkling, baju ganti, dan waktu yang cukup sudah kusiapkan dengan baik untuk menikmati pantai Tureloto.Â