Tiba-tiba Budi terbangun. Gelagapan. Dan geragapan mencari-cari jam tangan warna hijau Ninja Turtle yang semalam dia lepas dan diletakkan di sebelah tas punggungnya. Duuh, mana sih? Budi tidur di masjid semalam dalam sebuah acara dengan teman-teman pengajian. Berdelapan belas seperti ikan pindang berbantalkan tas masing-masing.
Sungguh bukan tidur senyaman di hotel berbintang dengan view pantai eksotik Amerika Latin yang bisa dia nikmati saat membuka jendela. Namun tidur semalam adalah tidur yang sungguh indah, penuh tafakur berjujur diri di hadapan Pencipta di usia yang jauh lebih muda dari yang sekarang sudah berkepala empat.
Sambil mengusap-usap kelopak mata Garfield Budi menatap nanar jam tangan digital. Masya Allah. Jam 4:30! Subuh terlewat! Kok nggak ada yang bangun sih jam segini? Budi menggoyangkan bahu Rais, Adam, Ponco, Faisal dan Denny yang masih sibuk dengan mimpinya masing-masing. Mereka bergeming.Â
"Aku harus bertindak." batin Budi.
Buru-buru ia bangkit dan ambil air wudlu.
Rambut Budi yang selalu dibiarkannya agak gondrong disisirnya dengan jari. Harus cukup ganteng dan percaya diri 'kan untuk menghadapkan wajah kepada Allah? Budi  menuju bagian depan masjid berjarak sekian jengkal dari posisi imam. Mikrofon ia aktifkan.Â
"Bismillah. Tugas menyerukan panggilan Subuh sebentar lagi akan kutunaikan."
Budi membayangkan suara tulusnya menghampiri telinga-telinga penduduk sekitar masjid dengan ajakan mulia.
"Allahu akbar, Allaaaahu akbar
Allahu akbar, Allaaaahu kabar
Ashhadu ala ilaahailallah, ashhadu ala ilaaaa ha ilallaaaah
Ashhadu anna muhammadarasululloh, ashhadu anna muhammadarasululloooooooh "
Begitu teriak Budi hidmat di depan mikrofon masjid. Dilakukannya seruan adzan itu setakzim-takzimnya. Sebagus mungkin suara yang bisa diserukannya.