Mohon tunggu...
Siwi W. Hadiprajitno
Siwi W. Hadiprajitno Mohon Tunggu... Freelancer - Pewarta Penjaga Heritage Nusantara.

Energy can neither be created nor destroyed; rather, it can only be transformed or transferred from one form to another.

Selanjutnya

Tutup

Beauty

Gonjreng vs Kalem

3 Desember 2018   11:21 Diperbarui: 4 Desember 2018   18:40 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"There is no blue without yellow and without orange."

Vincent Van Gogh.

Setiap individu punya kecenderungan untuk menyukai 'tone' warna tertentu untuk busananya. Ada yang cenderung suka warna-warna 'hangat', ada yang cenderung ke warna-warna 'dingin'. Ada yang suka lembut, kalem, ada yang suka ngejreng. Lalu, mana yang benar?

Ya, nggak ada benar atau salah sih.

Seorang teman saya, perempuan, suka banget warna hitam. Hampir seluruh busananya bernuansa hitam. Atau setidaknya, gelap. Beberapa kali mencoba mengenakan busana warna merah, berujung kegagalan. Balik lagi ke hitam. Alasannya banyak. Nggak pede. Nggak nyaman. Dan, 'enggak gue banget'. . Dan gak ada yang bisa memaksanya untuk berbusana selain hitam. Tampaknya jiwa dan raganya sudah kompakan untuk menyukai warna hitam.

Sebaliknya, teman yang lain, sangat menyukai warna cerah. Udah gitu, tabrakan. Misalnya kerudung biru cerah, daleman kerudungnya (yang sebagian nyembul nutupin dahinya) berwarna kuning cerah. Tapi ya, that's her, gitu loh. Sangat pede dengan pilihan busananya yang seperti itu, dimanapun dan kapanpun.

Seorang dokter perusahaan, suatu kali pernah bilang ke saya bahwa orang yang cenderung suka warna-warna cerah, sangat berkaitan erat dengan kepribadiannya. Biasanya, orang itu adalah orang yang extrovert. Golongan Sanguinis juga begitu. Kata Bu Dokter lagi. Cenderung suka warna cerah.

Pilihan warna itu sepertinya adalah pilihan alam bawah sadar. Nggak bisa dipaksain. Warna favorit saya merah. Namun ternyata pilihan busana saya cenderung ke warna-warna cerah. Spektrumnya lebih luas. Dari merah, hingga violet. Semua warna asalkan cerah. Kalau hitam ada versi cerahnya, kayaknya bakal masuk daftar saya.

Bagi yang merasa terganggu dengan pilihan busana saya, ya mohon maaf, kita tuh punya hak masing-masing kok untuk memilih. Nggak usah saling gunjing, saling ngomongin, saling bisik-bisik bahwa Si A tuh bajunya ngejreng mulu, Si B gak pernah ganti baju keknya karena semua koleksi busananya berwarna coklat. Please, deh. Nggak penting. Lagian, 'do not judge the book by its cover', kata orang bijak. Bisa jadi, nih, orang yang busananya ngejreng tuh karena untuk menutupi duka lara jiwa raganya yang sedemikian parah, stadium IV, sudah mengendap mengerak selama puluhan tahun hidupnya.  Dia (punya niat baik) nggak mau orang lain tertular energi negatif di dirinya karena kesedihannya begitu mendalam. Bisa jadi juga, orang yang pilihan warnanya dingin gelap hitam, sesungguhnya punya niat baik agar sekelilingnya terasa lebih adem di tahun-tahun penuh persaingan politik begini. Siapa tau, kan? Karena yang penting tuh bukan busananya, bukan bajunya, bukan 'luar'-nya, bukan 'cangkang'-nya, melainkan 'isi'-nya. Yang penting adalah hati dan otak beserta produk-produknya. Buah pikir dan buah hatinya. Eh, maksudnya, buah dari pikiran dan buah dari 'hati'-nya.

Nah kalau saya, saya tetap bahagia dengan pilihan dan kecenderungan warna cerah saya.

Jadi, pilihan warna busana itu, adalah kenyamanan dan pilihan hati. Seperti nanti, di pemilihan besar negeri indah ini, mau pilih satu atau pilih dua.

Curcol Curcil. Jangan lupa bahagia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun