Â
Tlah kubangun seribu candi untukmu, Jonggrang.
Bukan 999.
Lalu mengapa tega kau bunyikan alu dan lumpang sehingga ayam jago berkukuruyuk memanggil matahari untuk bangun lebih dini?
Lalu mengapa tega kau damu api di senthir-senthir sehingga matahari bergegas memberikan sinar paginya lebih awal dari biasanya?
Lalu mengapa tega kau jerang air panas hingga didihnya mengundang orang-orang mencari kehangatan sekeliling pawon kayu
Lalu mengapa tega kau menyapu lantai dengan sapu kelud hingga debu-debu beterbangan melewati pintu dan mengajak angin menarikan gerakan sapaan pagi bagi burung-burung gereja di sarangnya di daham pohon mangga
Padahal aku bukan lagi Bandung Bondowoso yang hanya sanggup rampungkan 999 candi dari seribu yang kau minta
Keterlaluan kau, Jonggrang.
Padahal jala nelayan pinggir kali payau masih terrendam di dalam air yang riaknya tenang menuju pesisir laut Jawa
Kali ini, tak 'kan kukutuk ragamu untuk jadi arca.